Penulis: Admin

  • TPQ Ar-Rosyid Tetap Gelar Pembelajaran Al-Qur’an di Tengah Libur Sekolah

    TPQ Ar-Rosyid Tetap Gelar Pembelajaran Al-Qur’an di Tengah Libur Sekolah

    TPQ Ar-Rosyid Banjardowo terus melaksanakan pembelajaran Al-Qur’an meski libur sekolah, menjadi tempat anak-anak mengisi waktu dengan belajar, bersosialisasi, dan mempererat nilai-nilai keislaman.

    NAIRALOKA – Meski masa libur sekolah sedang berlangsung, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) Ar-Rosyid di Banjardowo, Kecamatan Genuk, Kota Semarang tetap menjalankan aktivitas pembelajaran seperti biasa.

    Suasana di ruangan pembelajaran terlihat semarak dengan anak-anak dari berbagai usia yang antusias mengikuti kegiatan belajar.

    Anak-anak usia dini tampak diantar oleh orang tua mereka untuk belajar membaca Al-Qur’an. Tidak hanya belajar membaca, mereka juga diajarkan cara memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam kitab suci tersebut.

    Pengasuh TPQ Ar-Rosyid, Ninik Ambarwati, menjelaskan bahwa pembelajaran Al-Qur’an tetap dilaksanakan selama liburan sekolah untuk memberikan aktivitas yang positif bagi anak-anak.

    “Terlebih saat ini libur sekolah, biasanya anak-anak menghabiskan waktu untuk bermain. Kami ingin memberikan alternatif kegiatan yang bermanfaat, salah satunya dengan pembelajaran Al-Qur’an,” ujar Ninik saat ditemui, Selasa (24/12/2024).

    Ninik menambahkan bahwa di era digital seperti sekarang, anak-anak cenderung lebih banyak menghabiskan waktu bermain dengan gawai mereka.

    Jika tidak diawasi, penggunaan handphone secara berlebihan dapat berdampak negatif, seperti menurunnya kemampuan bersosialisasi.

    “Ketika masa anak-anak hanya fokus pada perangkat elektronik, ada kekhawatiran mereka menjadi lebih tertutup dan sulit berinteraksi dengan orang lain,” jelasnya.

    Menurut Ninik, pembelajaran Al-Qur’an yang konsisten dapat menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

    Kegiatan di TPQ tidak hanya mengajarkan membaca Al-Qur’an, tetapi juga mendorong interaksi sosial yang positif antar anak-anak.

    “Oleh karena itu, pembelajaran Al-Qur’an harus tetap berjalan. Dengan bertemu teman-teman di TPQ, anak-anak dapat berkomunikasi, berinteraksi, dan mempererat hubungan persahabatan mereka,” tambahnya.

    Selain itu, Ninik juga menekankan pentingnya keterlibatan orang tua dalam mengarahkan anak-anak mereka untuk mengikuti kegiatan yang bermanfaat selama libur sekolah.

    “Kami sangat mengapresiasi para orang tua yang tetap mendukung anak-anaknya belajar di TPQ meski sedang liburan. Hal ini menunjukkan komitmen mereka terhadap pendidikan agama sejak dini,” ungkapnya.

    pembelajara quran

    Salah satu orang tua murid, Ibu Andik, mengaku senang dengan program yang diadakan TPQ Ar-Rosyid selama libur sekolah.

    Menurutnya, kegiatan ini sangat membantu anak-anak untuk mengisi waktu dengan hal yang positif.

    “Daripada anak saya bermain gawai sepanjang hari, saya lebih suka mengantar dia ke TPQ. Di sini dia bisa belajar Al-Qur’an sekaligus bersosialisasi dengan teman-temannya,” kata Bu Andik

    Dengan tetap berjalannya kegiatan di TPQ Ar-Rosyid selama libur sekolah, diharapkan anak-anak dapat memanfaatkan waktu mereka secara maksimal untuk belajar dan membangun karakter yang lebih baik.

    “Upaya ini sekaligus menjadi langkah konkret dalam menanamkan nilai-nilai agama dan meningkatkan kecakapan sosial anak-anak sejak usia dini,” pungkas Nairaloka ini. []

  • Teater Beta Pentaskan “Pulangkan Emak”: Panggung Realitas Keluarga di Tengah Tekanan Ekonomi

    Teater Beta Pentaskan “Pulangkan Emak”: Panggung Realitas Keluarga di Tengah Tekanan Ekonomi

    Pulangkan Emak bukan hanya sebuah pertunjukan teater, tetapi juga cermin pahit realitas keluarga yang terjebak dalam ketidakadilan ekonomi

    NAIRALOKA – Teater Beta Semarang berhasil menghipnotis ratusan penonton di Auditorium Kampus 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Selasa (17/12/2024) malam, lewat pementasan naskah “Pulangkan Emak”.

    Mengadaptasi karya fenomenal “Tuhan, Tolong Bunuh Emak” karya Yessy Natalia, pertunjukan ini menyuguhkan potret pedih keluarga kecil yang bergulat dengan himpitan ekonomi.

    Drama ini berfokus pada kisah Bekti, seorang kepala keluarga yang diperankan Lukman, mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo.

    Bekti hidup di antara tiga dilema besar: merawat ibunya yang sakit kanker, membiayai pendidikan kedokteran anaknya, dan melunasi utang yang terus menjerat kepada rentenir.

    Ketegangan dalam drama ini memuncak ketika rentenir menawarkan solusi keji: menikahkan anak Bekti, Wiyarti, dengan si bos demi meringankan beban utang.

    Konflik ini membawa emosi yang mendalam, menggambarkan realitas banyak keluarga di Indonesia yang terjebak dalam sistem ekonomi yang timpang.

    Sutradara Alifian memilih pendekatan realis dengan penataan panggung yang sederhana namun penuh makna.

    Elemen-elemen seperti meja makan, kursi, dan kamar tidur menciptakan suasana rumah yang menggambarkan kehidupan keluarga kecil penuh tekanan.

    “Pementasan ini adalah kritik terhadap ketidakadilan sistem ekonomi yang sering menjebak keluarga kecil dalam lingkaran kemiskinan,” ujar Alifian seusai pertunjukan.

    Menurutnya, karakter Bekti adalah cerminan nyata dari banyak kepala keluarga yang berjuang di tengah ketidaksetaraan ekonomi.

    Adegan-adegan emosional berhasil mengaduk perasaan penonton. Tangisan, kemarahan, dan putus asa tergambar nyata di panggung, mengundang simpati yang mendalam.

    Pegiat teater, Hammam Abduh mengaku tersentuh dengan alur cerita naskah Pulangkan Emak.

    “Ini bukan hanya cerita keluarga biasa, tetapi cerminan nyata dari banyak keluarga yang hidup di bawah tekanan ekonomi. Terlebih era saat ini jeratan ekonomi bukan sekadar sama rentenir, bisa saja melalui paylater atau pinjol” ungkapnya.

    Meski demikian, Hammam memberikan masukan terkait tata panggung, apalagi jika memainkan naskah realis.

    “Begitu juga pemain untuk terus belajar olah vokal maupun main teater, karena berbeda main teater dengan film,” imbuhnya.

    teater beta lukni maulana
    Sesepuh Teater Beta, Lukni Maulana memberikan sambutan sebelum pementasan “Pulangkan Emak.”

    Perayaan 39 Tahun Teater Beta

    Sebelum pementasan dimulai, Lukni Maulana, sesepuh Teater Beta, memberikan sambutan dengan menyampaikan terminologi sufistik “Man arafa nafsahu” (barang siapa mengenal dirinya).

    “Ungkapan ini menjadi landasan mendalam bagi pekerja teater untuk memahami hakikat dirinya. Namun, perjalanan mereka tidak berhenti di sana. Mereka harus melampaui batas personalitasnya untuk memerankan karakter orang lain,” jelas Lukni.

    Ia juga menambahkan bahwa proses mendalami karakter dapat disejajarkan dengan maqam ma’rifat dalam tasawuf, yakni tingkatan spiritual di mana seseorang mengenal hakikat yang lebih tinggi di balik keberadaan.

    Menurut Lukni, proses eksplorasi batin dan pendalaman karakter bagi pekerja teater setara dengan tarekat dalam terminologi tasawuf.

    “Begitu pula dalam pendekatan akademis, kuliah dan mendengarkan materi dari dosen adalah bagian dari syariat. Sedangkan bermain teater, dengan segala proses eksplorasi batin, latihan intensif, dan pendalaman karakter, adalah tarekatnya,” jelas Ketua Lesbumi PWNU Jateng periode 2018-2023 ini.

    Pementasan “Pulangkan Emak” ini juga menjadi persembahan istimewa untuk memperingati 39 tahun berdirinya Teater Beta, yang didirikan pada 8 Desember 1985.

    Lurah Kelompok Pekerja Teater (KPT) Beta, Sa’bani Khaoirul Ihsani, berharap dapat terus menjadi media kritik sosial yang relevan.

    “Dengan semangat mengolah rasa dan menebar kreasi, kami ingin teater menjadi pembelajaran dan refleksi hidup bagi masyarakat,” ujar Sa’bani.

    Sejak didirikan, Kelonpk Pekerja Teater (KPT) Beta telah mementaskan 86 pertunjukan. Dengan semakin bergeliatnya kelompok teater ini di tengah modernisasi, mereka berharap seni ini terus hidup dan memberikan ruang refleksi bagi masyarakat terhadap persoalan sosial yang nyata.

    Pementasan “Pulangkan Emak” membuktikan bahwa teater bukan sekadar hiburan, melainkan medium yang efektif untuk menyuarakan keadilan sosial.

    Drama ini menggambarkan realitas pahit yang dihadapi banyak keluarga di Indonesia, sambil menawarkan refleksi mendalam bagi para penonton.

    Melalui panggung, Teater Beta berhasil membawa pesan penting: keluarga adalah fondasi bangsa, dan kesenjangan ekonomi harus menjadi perhatian semua pihak. Di tengah modernisasi, seni teater seperti ini layak terus dijaga sebagai media refleksi kehidupan.

    Dengan kehadiran pertunjukan ini, menunjukkan bahwa seni peran memiliki kekuatan untuk menginspirasi, mengkritik, dan memotivasi masyarakat untuk menciptakan perubahan. []

  • Diseminasi Informasi Diskominfo Kendal, Lukni: Content is King, Platform is Everything

    Diseminasi Informasi Diskominfo Kendal, Lukni: Content is King, Platform is Everything

    Melalui diseminasi informasi bertema “Membangun Masyarakat Desa yang Informatif,” Diskominfo Kendal mendorong warga desa untuk menggunakan media sosial sebagai jembatan memperkenalkan potensi lokal ke dunia luar

    NAIRALOKA – Pagi itu, Balai Desa Bumiayu di Kecamatan Weleri ramai oleh wajah-wajah penuh semangat. Puluhan warga dari berbagai lapisan usia berkumpul, antusias menyambut kegiatan diseminasi informasi bertema “Membangun Masyarakat Desa yang Informatif.”

    Acara yang diprakarsai Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Kendal ini hadir membawa misi besar: meningkatkan literasi digital masyarakat desa agar lebih siap menghadapi era digital, Senin (2/12/2024)

    “Bijaklah dalam menggunakan media sosial. Saring sebelum sharing,” ucap Eko Istanto, S.Sos., Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Diskominfo Kendal.

    Pesan ini menjadi pembuka acara, mengingatkan warga bahwa media sosial adalah pedang bermata dua.

    Di satu sisi, ia dapat menghubungkan dan mempermudah komunikasi, namun di sisi lain, ia juga berisiko menjadi medium penyebaran hoaks jika tidak digunakan dengan hati-hati.

    Lebih dari sekadar mengingatkan bahaya digital, kegiatan ini menggali potensi besar teknologi untuk pemberdayaan desa.

    “Media sosial bukan hanya alat komunikasi, tetapi jembatan yang dapat membuka peluang besar bagi desa,” ujar Lukni Maulana, Pimpinan Umum Zonasi ID, yang menjadi narasumber utama. \

    Ia memaparkan bagaimana platform digital, mulai dari Facebook hingga marketplace online, dapat menjadi kendaraan untuk memasarkan potensi lokal, seperti hasil pertanian, kerajinan, hingga pariwisata.

    Diskusi semakin menarik saat Lukni menjelaskan konsep Content is King, Platform is Everything.”

    Menurutnya, konten yang relevan dan menarik, seperti foto produk lokal atau video wisata budaya, adalah kunci utama untuk menarik perhatian audiens.

    Namun, tanpa platform yang tepat, konten tersebut tidak akan menjangkau audiens yang diinginkan.

    “Platform digital adalah kendaraan yang menyampaikan cerita desa ke dunia luar,” tambahnya pegiat Nairaloka ini.

    Bagi peserta, acara ini membuka perspektif baru. “Saya tidak pernah berpikir bahwa produk anyaman saya bisa dipasarkan lebih luas melalui media sosial, ungkap Hadi Suyoko, salah satu peserta, dengan senyum sumringah.

    Edukasi ini tidak hanya membantu mereka memahami cara menghindari hoaks, tetapi juga memberikan pemahaman praktis tentang bagaimana teknologi dapat meningkatkan kreativitas dan daya saing masyarakat desa.

    Diskominfo Kendal berencana menjadikan literasi digital sebagai agenda rutin. Desa-desa lain akan menjadi target pembinaan berikutnya, dengan harapan dapat menciptakan masyarakat yang lebih informatif dan mandiri.

    Acara ini menjadi bukti nyata bahwa teknologi bukan lagi sesuatu yang hanya bisa diakses di kota besar. Dengan bimbingan yang tepat, desa pun bisa menjadi pemain utama dalam era digital.

    Di Balai Desa Bumiayu, benih perubahan itu mulai tumbuh. Teknologi kini bukan lagi ancaman, melainkan peluang besar untuk menjadikan desa lebih mandiri, kreatif, dan sejahtera. Dari desa kecil ini, harapan besar untuk Kendal yang lebih maju perlahan mulai terwujud. []