Kategori: Zikir dan Doa

  • Bacaan Istighosah: Teks Arab, Latin dan Artinya Dilengkapi Dalil, Sejarah dan Keutamaan

    Bacaan Istighosah: Teks Arab, Latin dan Artinya Dilengkapi Dalil, Sejarah dan Keutamaan

    Istighosah berasal dari wazn istif’aal (اِسْتِفْعَال) dari kata al-ghauts (الغَوْث) yang berarti pertolongan atau bantuan, dan secara harfiah, istighosah diartikan sebagai doa untuk permohonan bantuan kepada Allah Swt

    NAIRALOKA.OR.ID – Istighosah merupakan praktik spiritual yang menekankan pentingnya memohon pertolongan kepada Allah Swtpada saat menghadapi keadaan sulit atau sukar.

    Praktik ini didasarkan pada keyakinan bahwa hanya Allah Swt yang memiliki kemampuan untuk memberikan bantuan sejati. Istighosah dilakukan dengan syarat bahwa yang dimintai pertolongan harus memiliki sifat hayyun (hidup), hadir (ada secara nyata), dan qadir (mampu).

    Bahwa sesungguhnya Allah Swt adalah satu-satunya entitas yang mesti dimintai pertolongan. Terlebih untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

    Pengertian Istighosah

    Adapun arti istighosah berasal dari bahasa arab yang berasal dari dari wazn (pola) istif’aal (اِسْتِفْعَال) dari kata al-ghauts (الغَوْث) yang berarti pertolongan. Jadi thalab al-ghauts (طَلَبُ الغَوْثِ) yang secara harfiah berarti meminta pertolongan kepada Allah Swt.

    Dalam konteks ini, makna istighosah menggambarkan suatu bentuk doa dan permohonan khusus kepada Allah Swt untuk mendapatkan pertolongan dalam menyelesaikan masalah atau mengatasi hambatan yang dihadapi.

    Teks Istighosah lengkap

    teks istighosah

    Istighosah PDF

    Download Bacaan istighosah PDF:

    Bacaan Doa Istighosah Arab, Latin dan Artinya

    Berikut ini bacaan doa Istigosah teks arab, latin dan artinya yang dikutip dari NU Online:

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيْمِ

    Bismillaa hirrahmaanir rahiim

    Artinya: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

    الفَاتِحَة

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيْمِ ﴿١﴾ الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَٰلَمِينَ ﴿٢﴾ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيْمِ ﴿٣﴾ مَٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ ﴿٤﴾ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ ﴿٥﴾ اِهْدِنَا الصِّرَٰطَ الْمُسْتَقِيْمَ ﴿٦﴾ صِرَٰطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّيْنَ ﴿٧﴾

    Bismillaa hirrahmaanir rahiim. Alhamdulillaahi rabbill’aalamiin. Arrohmaanir rahiim. Maaliki yaumiddin. Iyyaaka Na’budu wa iyyaaka Nasta’iin. Ihdinash shiraathal mustaqiim. Shiraathal ladziina an’amta ‘alaihim ghoiril maghdhuubi’alaihim waladhaalliin.

    Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang maha pengasih lagi maha penyayang. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah. Dan hanya kepada Engkaulah pula kami memohon pertolongan. Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat, semoga engkau kabulkan permohonan kami.”

    أَسْتَغْفِرُ ٱللّٰهَ الْعَظِيْمَ

    Astaghfirullaahal’adhiim. (3x)

    Artinya: “Saya mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung.”

    لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِا للّٰهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ

    laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘alayyil ‘adziim. (3x)

    Artinya: “Tiada daya untuk menjauhi maksiat kecuali dengan pemeliharaan Allah dan tiada kekuatan untuk melakukan ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah.

    أللَّهُمَّ صَلِّي عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ٣x

    Allaahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aali sayyidinaa Muhammad (x3)

    Artinya: “Ya Allah. Limpahkanlah rahmat dan kemuliaan kepada junjungan kami Nabi Muhammad berserta keluarganya.

    لَا إلهَ إلَّا أنْتَ سُبْحَانَكَ إنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ

    Laa ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu mina dzoolimiin (40x)

    Artinya: “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau, Maha Suci Engkau, Sungguh aku termasuk orang-orang yang telah berbuat zalim.”

    يَا اَللّٰهُ يَا قَدِيْمُ

    Yaa Allah Yaa Qodiim. (33x)

    Artinya: “Wahai Allah, wahai Dzat yang ada tanpa permualaan.”

    يَا سَمِيْعُ يَا بَصِيْرُ

    Yaa Samii’u Yaa Bashiir (33x)

    Artinya: “Wahai Allah, wahai Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.

    يَا مُبْدِعُ يَا خَالِقُ

    Yaa Mubdi’u Yaa Khooliqu (33x)

    Artinya: “Wahai Dzat yang mewujudkan sesuatu dari tidak ada, wahai Dzat Yang Maha Pencipta.”

    يَا حَفِيْظُ يَا نَصِيْرُ يَا وَكِيْلُ ياَ اللّٰهُ

    Yaa Haafidzu Yaa Nashiiru Yaa Wakiilu Yaa Allah (33x)

    Artinya: “Wahai Dzat yang memelihara dari keburukan dan kebinasaan, wahai Dzat Yang Maha Menolong, wahai Dzat yang menjamin rizki para hamba dan mengetahui kesulitan-kesulitan hamba, ya Allah.

    يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ

    Yaa Hayyu Yaa Qoyyuumu birohmatika astaghiitsu (33x)

    Artinya: “Wahai Dzat Yang Hidup, yang terus menerus mengurus makhluknya, dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan-MU

    يَا لَطِيْفُ

    Yaa Lathiif (41x)

    Artinya: “Wahai Dzat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

    أسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ إنَّهُ كَانَ غَفَّارًا

    Astaghfirullaahal ‘adziim innahu kaana ghoffaaroo (33x)

    Artinya: “Aku mohon ampung kepada Allah Yang Maha Agung, sunggu Allah Dzat Yang Maha Pengampun.”

    أللَّهُمَّ صَلِّي عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ قَدْ ضَاقَتْ حِيْلَتِي أدْرِكْنِي يَا اَللّٰهُ يَا اَللّٰهُ يَا اَللّٰهُ

    Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammadin qod dhooqot hiilatii adriknii, Ya Allah Ya Allah Ya Allah

    Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan kemuliaan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, sungguh telah habis daya dan upayaku maka tolonglah kami, Ya Allah Ya Allah Ya Allah.”

    أللّهُمَّ صَلِّي صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ

    Allahumma Sholi Sholaatan Kaamilatan Wasallim Salaaman Taamman ‘Alaa Sayyidina Muhammadinil Ladzii Tanhallu Bihil ‘Uqodu Wa Tanfariju Bihil Kurobu Wa Tuqdhoo Bihil Hawaa-Iju Wa Tunaalu Bihir-Roghoo-Ibu Wa Husnul Khowaatimi Wa Yustasqol Ghomaamu Bi Wajhihil Kariimi Wa ‘Alaa Aalihii Wa Shohbihii Fii Kulli Lamhatin Wa Nafasin Bi ‘Adadi Kulli Ma’Luumin Laka.

    Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, dan semua yang didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, dan berkat dirinya yang mulia hujanpun turun, dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh Engkau.

    يَا بَدِيْعُ

    Yaa badii’u (41x)

    Artinya: “Wahai Dzat yang menciptakan makhluk tanpa ada contoh sebelumnya.”

    حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

    Hasbunallahu wani’mal wakiil (33x)

    Artinya: “Cukup bagi kami Allah, dan Dia sebaik-baik penolong.”

    Dalil Istighosah

    Sebagaimana di awal bahwasanya istighosah adalah upaya seorang hamba memohon pertolongan kepada Allah Swt dan bentuk ketundukan juga aktivitas kedekatan antara seorang hamba dengan Allah Swt.

    Allah Swt berfirman:

    وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

    Artinya: “Kami benar-benar mengamati segala yang dilakukan dan ditinggalkan manusia. Apabila hamba-Ku bertanya kepadamu, Muhammad, “Apakah Allah itu dekat dengan kami, dan tahu apa yang kami rahasiakan, kami tampakkan dan yang kami tinggalkan?” jawablah, “Sesungguhnya Kami dekat dengan hamba-hamba Kami, lebih dekat dari yang mereka sangka.” Buktinya bahwa doa seseorang akan sampai pada Allah dan dikabulkan pada saat ia berdoa. Maka jika Allah telah memperkenankan dan mengabulkan doa mereka, hendaknya mereka itu membalasnya dengan iman dan ketaatan karena hal itu akan menjadi jalan kebenaran dan kebaikan mereka.” (QS. Al-Baqarah: 186).

    قُلْ أَرَءَيْتَكُمْ إِنْ أَتَىٰكُمْ عَذَابُ ٱللَّهِ أَوْ أَتَتْكُمُ ٱلسَّاعَةُ أَغَيْرَ ٱللَّهِ تَدْعُونَ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ

    Artinya: “Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau datang kepadamu hari kiamat, apakah kamu menyeru (tuhan) selain Allah; jika kamu orang-orang yang benar!”” (QS. Al-An’am: 40)

    بَلْ إِيَّاهُ تَدْعُونَ فَيَكْشِفُ مَا تَدْعُونَ إِلَيْهِ إِن شَآءَ وَتَنسَوْنَ مَا تُشْرِكُونَ

    Artinya: “(Tidak), tetapi hanya Dialah yang kamu seru, maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepada-Nya, jika Dia menghendaki, dan kamu tinggalkan sembahan-sembahan yang kamu sekutukan (dengan Allah).” (QS. Al-An’am: 41)

    Melalui istighosah, umat Islam diajarkan untuk tetap tawakal dan sabar dalam menghadapi berbagai ujian hidup, seraya menyadari bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya dengan izin dan pertolongan dari Allah Swt.

    Dasar istighosah dalam ajaran Islam juga diperkuat, dalam Surah Al-Fatihah, ayat ke-5. Allah Swt berfirman:

    اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ

    Artinya: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.

    Ayat ini menjadi landasan kuat bagi umat Islam untuk mengarahkan istighosah hanya kepada Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda:

    عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً، فَقَالَ : يَا غُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: اْحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفِ

    Dari Abu Al Abbas Abdullah bin Abbas radhiallahuanhuma, beliau berkata : Suatu saat saya berada dibelakang nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda : Wahai ananda, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa perkara: Jagalah Allah, niscaya dia akan menjagamu, Jagalah Allah niscaya Dia akan selalu berada dihadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya jika sebuah umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu atas sesuatu , niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering. (HR. Turmudzi).

    Sejarah dan Tradisi Istighosah

    Istighosah telah menjadi bagian integral dari tradisi keagamaan umat Islam, yang dilakukan secara berkala dalam banyak komunitas.

    Praktik ini tidak hanya melibatkan perorangan, tetapi juga mengundang partisipasi kolektif, menandai kebersamaan dan semangat komunal dalam berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah Swt atas segala kebutuhan dan kebaikan.

    Tradisi istighosah ini berkembang seiring waktu, dipengaruhi oleh berbagai kebudayaan dan situasi sosial di berbagai daerah.

    Namun, esensi dari ritual tersebut tetap sama yaitu memohon pertolongan dan bimbingan dari Allah Swt. Misalnya, istighosah sudah dikenal dan sering diadakan dalam acara-acara tertentu, seperti saat menghadapi bencana alam, kesulitan, kesusah atau ketika masyarakat sedang dalam masa sulit.

    Selain itu kegiatan istighosah menjadi rutinitas dalam mengawali majelis zikir dan sholawat. Juga di masjid maupun pondok pesantren menjadikan istighosah sebagai amalan khusus.

    Istighosah tidak dapat lepasa dari penyusunnya yakni KH. Muhammad Romly Tamim. Beliau adalah seorang ulama yang dikenal luas karena dedikasinya dalam menjalankan dan menyusun doa istighosah.

    Kisah beliau menunjukkan sejauh mana usaha dan pengorbanan dilakukan dalam menjalani ritual istighosah. KH. Romly Tamim memulai penyusunan istighosah dengan melakukan puasa riyaḍah selama tiga tahun.

    Proses puasa ini bukan hanya sebagai bentuk pengekangan diri, tetapi juga sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, sehingga doa-doa yang kemudian disusun benar-benar berasal dari hati yang bersih dan tulus.

    Penyusunan doa istighosah oleh KH. Romly Tamim menunjukkan betapa mendalamnya makna dan dedikasi pada ritual ini. Doa-doa tersebut tidak hanya berfungsi sebagai permohonan bantuan, tetapi juga sebagai sarana untuk mencapai penyatuan spiritual dengan Sang Pencipta.

    Tujuan dan Intensitas Istighosah

    Istighosah memiliki tujuan yang penting dalam kehidupan spiritual umat Islam. Secara mendasar, istighosah dilakukan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt, memperkuat iman, dan membentuk pengabdian yang lebih mendalam.

    Aktivitas ini, berupa doa bersama yang dilakukan untuk meminta pertolongan atau perlindungan, memiliki intensitas emosional dan spiritual yang tinggi.

    Setiap individu yang berpartisipasi dalam istighosah tidak hanya memohon bantuan untuk mengatasi berbagai kesulitan hidup, tetapi juga memanfaatkan momen ini untuk merenungkan kehadiran Ilahi dalam kehidupan mereka.

    Keutamaan istighosah juga terletak pada kemampuannya untuk memperkuat jalinan spiritual di antara jamaah.

    Dalam sesi doa kolektif seperti ini, terdapat perasaan solidaritas dan persatuan yang biasanya muncul, mengingat semua peserta berkumpul dengan tujuan yang sama: mendekatkan diri kepada Allah Swt dan mencari solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi.

    Energi kolektif dari doa bersama ini dapat menciptakan hubungan yang lebih intim dengan Tuhan, di mana para jamaah merasakan adanya dukungan emosional dan spiritual dari sesama.

    Intensitas dalam istighosah bukan hanya terlihat dari jumlah kata-kata atau panjangnya doa yang diucapkan, tetapi lebih kepada niat dan kesungguhan hati saat memohon.

    Saat melakukan istighosah, seseorang diharapkan untuk benar-benar tulus dalam permintaan dan keyakinannya bahwa segala usaha mereka akan mendapatkan pertolongan dari Allah Swt.

    Pentingnya niat yang murni dan tulus dalam istighosah juga ditekankan agar doa yang dipanjatkan dapat lebih diterima oleh Allah Swt.

    Melalui istighosah, seseorang dapat mencapai kematangan cita-cita hidup dengan lebih jelas. Kehadiran Ilahi yang dihayati selama istighosah membantu setiap individu lebih fokus dalam memahami tujuan hidup, serta menghadapi tantangan dengan tenang dan penuh kepercayaan diri.

    Di samping itu, praktik rutin dari istighosah juga berpotensi meningkatkan kedisiplinan spiritual, membiasakan diri dengan keteraturan dalam mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

    Istighosah memiliki peran penting dalam mendatangkan berbagai manfaat bagi jiwa dan kehidupan seseorang. Pertama, ritual ini memiliki potensi besar dalam mendatangkan keridhaan Allah Swt.

    Keridhaan ini merupakan bentuk keberkahan yang sangat diharapkan oleh setiap Muslim. Dengan beristighosah, kita menunjukkan ketundukan dan rasa syukur kepada Sang Pencipta, sehingga diharapkan mendapat restu dan rahmat-Nya yang berlimpah.

    Kedua, istighosah mampu mengusir setan dan mencegah gangguan-gangguan negatif yang sering kali menghampiri manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, berbagai godaan dan gangguan bisa mengaburkan iman seseorang.

    Melalui istighosah, seseorang bisa memperkuat pertahanan dirinya terhadap hal-hal yang dapat merusak spiritualitas dan mental.

    Ketiga, melaksanakan istighosah secara rutin diyakini dapat menghilangkan kesedihan dan kemuraman hati. Ketika seseorang berkomunikasi langsung dengan Allah Swt melalui doa dan permohonan, hati menjadi lebih tentram dan jauh dari kecemasan.

    Ketentraman ini menjadi modal penting dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan dan cobaan.

    Keempat, salah satu manfaat lain dari sering melakukan istighosah adalah pelapangan rezeki. Doa dan permohonan yang tulus kepada Allah Swt dipercaya bisa membuka pintu-pintu rezeki yang mungkin sebelumnya tertutup.

    Dengan demikian, usaha dan ikhtiar yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari akan lebih terasa buah dan hasilnya.

    Terakhir, istighosah mengingatkan kita bahwa Allah Swt selalu mengawasi setiap langkah kita. Kesadaran ini sangat penting untuk mendorong seseorang agar terus berbuat baik dan menghindari perilaku yang tidak terpuji.

    Dengan beristighosah, kita diingatkan untuk selalu menjaga hubungan baik dengan Allah dan dengan sesama, sehingga kita dapat menjalani kehidupan dengan lebih harmonis dan seimbang. []

  • Bacaan Yasin dan Tahlil: Teks Arab, Latin dan Artinya

    Bacaan Yasin dan Tahlil: Teks Arab, Latin dan Artinya

    Bacaan Yasin dan tahlil adalah amalan ibadah yang dilakukan untuk mendoakan arwah orang yang telah meninggal, mempererat silaturahmi, dan memperkuat iman melalui doa bersama.

    NAIRALOKA.OR.ID – Bacaan Yasin dan tahlil merupakan amalan yang sangat dikenal di kalangan umat Islam, terutama di Indonesia, sebagai bentuk ibadah dan doa bersama untuk mengirimkan pahala kepada arwah orang yang telah meninggal dunia.

    Surat Yasin, yang dianggap sebagai jantung Al-Qur’an, dibaca dengan harapan memperoleh keberkahan, memohon perlindungan, dan memudahkan segala urusan, terutama yang berkaitan dengan akhirat.

    Sementara itu, tahlil adalah serangkaian doa yang berisi pujian kepada Allah, permohonan ampunan, serta doa khusus untuk orang yang telah wafat.

    Tradisi ini tidak hanya mempererat tali silaturahmi di antara keluarga dan masyarakat, tetapi juga memperkuat iman dan rasa kebersamaan dalam beribadah.

    Bacaan Surah Yasin: Arab, Latin dan Artinya

    بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

    يٰسۤۚ ۝١

    yâ sîn

    Yā Sīn.

    وَالْقُرْاٰنِ الْحَكِيْمِۙ ۝٢

    wal-qur’ânil-ḫakîm

    Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah,

    اِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَۙ ۝٣

    innaka laminal-mursalîn

    sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) benar-benar salah seorang dari rasul-rasul

    عَلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۗ ۝٤

    ‘alâ shirâthim mustaqîm

    (yang berada) di atas jalan yang lurus,

    تَنْزِيْلَ الْعَزِيْزِ الرَّحِيْمِۙ ۝٥

    tanzîlal-‘azîzir-raḫîm

    (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang,

    لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَّآ اُنْذِرَ اٰبَاۤؤُهُمْ فَهُمْ غٰفِلُوْنَ ۝٦

    litundzira qaumam mâ undzira âbâ’uhum fa hum ghâfilûn

    agar engkau (Nabi Muhammad) memberi peringatan kepada suatu kaum yang nenek moyang mereka belum pernah diberi peringatan, sehingga mereka lalai.

    لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلٰٓى اَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ ۝٧

    laqad ḫaqqal-qaulu ‘alâ aktsarihim fa hum lâ yu’minûn

    Sungguh, benar-benar berlaku perkataan (ketetapan takdir) terhadap kebanyakan mereka, maka mereka tidak akan beriman.

    اِنَّا جَعَلْنَا فِيْٓ اَعْنَاقِهِمْ اَغْلٰلًا فَهِيَ اِلَى الْاَذْقَانِ فَهُمْ مُّقْمَحُوْنَ ۝٨

    innâ ja‘alnâ fî a‘nâqihim aghlâlan fa hiya ilal-adzqâni fa hum muqmaḫûn

    Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu (tangan mereka yang terbelenggu diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah.

    وَجَعَلْنَا مِنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَّمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَاَغْشَيْنٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ ۝٩

    wa ja‘alnâ mim baini aidîhim saddaw wa min khalfihim saddan fa aghsyainâhum fa hum lâ yubshirûn

    Kami memasang penghalang di hadapan mereka dan di belakang mereka, sehingga Kami menutupi (pandangan) mereka. Mereka pun tidak dapat melihat.

    وَسَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ ۝١٠

    wa sawâ’un ‘alaihim a andzartahum am lam tundzir-hum lâ yu’minûn

    Sama saja bagi mereka, apakah engkau (Nabi Muhammad) memberi peringatan kepada mereka atau tidak. Mereka (tetap) tidak akan beriman.

    اِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمٰنَ بِالْغَيْبِۚ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَّاَجْرٍ كَرِيْمٍ ۝١١

    innamâ tundziru manittaba‘adz-dzikra wa khasyiyar-raḫmâna bil-ghaîb, fa basysyir-hu bimaghfiratiw wa ajring karîm

    Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) hanya (bisa) memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikutinya dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih tanpa melihat-Nya. Berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.

    اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍࣖ ۝١٢

    innâ naḫnu nuḫyil-mautâ wa naktubu mâ qaddamû wa âtsârahum, wa kulla syai’in aḫshainâhu fî imâmim mubîn

    Sesungguhnya Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati dan Kami (pulalah) yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuz).

    وَاضْرِبْ لَهُمْ مَّثَلًا اَصْحٰبَ الْقَرْيَةِۘ اِذْ جَاۤءَهَا الْمُرْسَلُوْنَۚ ۝١٣

    wadlrib lahum matsalan ash-ḫâbal-qaryah, idz jâ’ahal-mursalûn

    Buatlah suatu perumpamaan bagi mereka (kaum kafir Makkah), yaitu penduduk suatu negeri, ketika para utusan datang kepada mereka,

    اِذْ اَرْسَلْنَآ اِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوْهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوْٓا اِنَّآ اِلَيْكُمْ مُّرْسَلُوْنَ ۝١٤

    idz arsalnâ ilaihimutsnaini fa kadzdzabûhumâ fa ‘azzaznâ bitsâlitsin fa qâlû innâ ilaikum mursalûn

    (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya. Kemudian Kami menguatkan dengan (utusan) yang ketiga. Maka, ketiga (utusan itu) berkata, “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.”

    قَالُوْا مَآ اَنْتُمْ اِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَاۙ وَمَآ اَنْزَلَ الرَّحْمٰنُ مِنْ شَيْءٍۙ اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا تَكْذِبُوْنَ ۝١٥

    qâlû mâ antum illâ basyarum mitslunâ wa mâ anzalar-raḫmânu min syai’in in antum illâ takdzibûn

    Mereka (penduduk negeri) menjawab, “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami. (Allah) Yang Maha Pengasih tidak (pernah) menurunkan sesuatu apa pun. Kamu hanyalah berdusta.”

    قَالُوْا رَبُّنَا يَعْلَمُ اِنَّآ اِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُوْنَ ۝١٦

    qâlû rabbunâ ya‘lamu innâ ilaikum lamursalûn
    Mereka (para rasul) berkata, “Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami benar-benar para utusan(-Nya) kepadamu.

    وَمَا عَلَيْنَآ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ ۝١٧

    wa mâ ‘alainâ illal-balâghul-mubîn
    Adapun kewajiban kami hanyalah menyampaikan (perintah Allah) yang jelas.”

    قَالُوْٓا اِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْۚ لَىِٕنْ لَّمْ تَنْتَهُوْا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِيْمٌ ۝١٨

    qâlû innâ tathayyarnâ bikum, la’il lam tantahû lanarjumannakum wa layamassannakum minnâ ‘adzâbun alîm

    Mereka (penduduk negeri) menjawab, “Sesungguhnya kami bernasib malang karenamu. Sungguh, jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami merajam kamu dan kamu pasti akan merasakan siksaan yang pedih dari kami.”

    قَالُوْا طَاۤىِٕرُكُمْ مَّعَكُمْۗ اَىِٕنْ ذُكِّرْتُمْۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ ۝١٩

    qâlû thâ’irukum ma‘akum, a in dzukkirtum, bal antum qaumum musrifûn

    Mereka (para rasul) berkata, “Kemalangan kamu itu (akibat perbuatan) kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan, (lalu kamu menjadi malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.”

    وَجَاۤءَ مِنْ اَقْصَا الْمَدِيْنَةِ رَجُلٌ يَّسْعٰى قَالَ يٰقَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِيْنَۙ ۝٢٠

    wa jâ’a min aqshal-madînati rajuluy yas‘â qâla yâ qaumittabi‘ul-mursalîn

    Datanglah dengan bergegas dari ujung kota, seorang laki-laki. Dia berkata, “Wahai kaumku, ikutilah para rasul itu!

    اتَّبِعُوْا مَنْ لَّا يَسْـَٔلُكُمْ اَجْرًا وَّهُمْ مُّهْتَدُوْنَ ۝٢١

    ittabi‘û mal lâ yas’alukum ajraw wa hum muhtadûn

    Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan (dalam berdakwah) kepadamu. Mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

    وَمَا لِيَ لَآ اَعْبُدُ الَّذِيْ فَطَرَنِيْ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ۝٢٢

    wa mâ liya lâ a‘budulladzî fatharanî wa ilaihi turja‘ûn

    Apa (alasanku) untuk tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku dan hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.

    ءَاَتَّخِذُ مِنْ دُوْنِهٖٓ اٰلِهَةً اِنْ يُّرِدْنِ الرَّحْمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغْنِ عَنِّيْ شَفَاعَتُهُمْ شَيْـًٔا وَّلَا يُنْقِذُوْنِۚ ۝٢٣

    a attakhidzu min dûnihî âlihatan iy yuridnir-raḫmânu bidlurril lâ tughni ‘annî syafâ‘atuhum syai’aw wa lâ yungqidzûn

    Mengapa aku (harus) mengambil sembahan-sembahan selain-Nya? Jika (Allah) Yang Maha Pengasih menghendaki bencana terhadapku, pasti pertolongan mereka tidak berguna sama sekali bagi diriku dan mereka (juga) tidak dapat menyelamatkanku.

    اِنِّيْٓ اِذًا لَّفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ ۝٢٤

    innî idzal lafî dlalâlim mubîn

    Sesungguhnya aku (jika berbuat) begitu, pasti berada dalam kesesatan yang nyata.

    اِنِّيْٓ اٰمَنْتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُوْنِۗ ۝٢٥

    innî âmantu birabbikum fasma‘ûn

    Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu. Maka, dengarkanlah (pengakuan)-ku.”

    قِيْلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَۗ قَالَ يٰلَيْتَ قَوْمِيْ يَعْلَمُوْنَۙ ۝٢٦

    qîladkhulil-jannah, qâla yâ laita qaumî ya‘lamûn

    Dikatakan (kepadanya), “Masuklah ke surga.” Dia (laki-laki itu) berkata, “Aduhai, sekiranya kaumku mengetahui

    بِمَا غَفَرَ لِيْ رَبِّيْ وَجَعَلَنِيْ مِنَ الْمُكْرَمِيْنَ ۝٢٧

    bimâ ghafara lî rabbî wa ja‘alanî minal-mukramîn

    (bagaimana) Tuhanku mengampuniku dan menjadikanku termasuk orang-orang yang dimuliakan.”

    ۞ وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلٰى قَوْمِهٖ مِنْۢ بَعْدِهٖ مِنْ جُنْدٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَمَا كُنَّا مُنْزِلِيْنَ ۝٢٨

    wa mâ anzalnâ ‘alâ qaumihî mim ba‘dihî min jundim minas-samâ’i wa mâ kunnâ munzilîn

    Setelah dia (dibunuh), Kami tidak menurunkan satu pasukan pun dari langit kepada kaumnya dan Kami tidak perlu menurunkannya.

    اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ خٰمِدُوْنَ ۝٢٩

    ing kânat illâ shaiḫataw wâḫidatan fa idzâ hum khâmidûn

    (Azab mereka) itu cukup dengan satu teriakan saja. Maka, seketika itu mereka mati.

    يٰحَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِۚ مَا يَأْتِيْهِمْ مِّنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ ۝٣٠

    yâ ḫasratan ‘alal-‘ibâd, mâ ya’tîhim mir rasûlin illâ kânû bihî yastahzi’ûn

    Alangkah besar penyesalan diri para hamba itu. Setiap datang seorang rasul kepada mereka, mereka selalu memperolok-olokkannya.

    اَلَمْ يَرَوْا كَمْ اَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِّنَ الْقُرُوْنِ اَنَّهُمْ اِلَيْهِمْ لَا يَرْجِعُوْنَ ۝٣١

    a lam yarau kam ahlaknâ qablahum minal-qurûni annahum ilaihim lâ yarji‘ûn

    Tidakkah mereka mengetahui berapa banyak umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan. Mereka (setelah binasa) tidak ada yang kembali kepada mereka (di dunia).

    وَاِنْ كُلٌّ لَّمَّا جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَࣖ ۝٣٢

    wa ing kullul lammâ jamî‘ul ladainâ muḫdlarûn

    Tidak ada satu (umat) pun, kecuali semuanya akan dihadirkan kepada Kami (untuk dihisab).

    وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الْاَرْضُ الْمَيْتَةُۖ اَحْيَيْنٰهَا وَاَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُوْنَ ۝٣٣

    wa âyatul lahumul-ardlul-maitatu aḫyainâhâ wa akhrajnâ min-hâ ḫabban fa min-hu ya’kulûn

    Suatu tanda (kekuasaan-Nya) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus lalu) Kami menghidupkannya dan mengeluarkan darinya biji-bijian kemudian dari (biji-bijian) itu mereka makan.

    وَجَعَلْنَا فِيْهَا جَنّٰتٍ مِّنْ نَّخِيْلٍ وَّاَعْنَابٍ وَّفَجَّرْنَا فِيْهَا مِنَ الْعُيُوْنِۙ ۝٣٤

    wa ja‘alnâ fîhâ jannâtim min nakhîliw wa a‘nâbiw wa fajjarnâ fîhâ minal-‘uyûn

    Kami (juga) menjadikan padanya (bumi) kebun-kebun kurma dan anggur serta Kami memancarkan padanya beberapa mata air

    لِيَأْكُلُوْا مِنْ ثَمَرِهٖۙ وَمَا عَمِلَتْهُ اَيْدِيْهِمْۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ ۝٣٥

    liya’kulû min tsamarihî wa mâ ‘amilat-hu aidîhim, a fa lâ yasykurûn

    agar mereka dapat makan dari buahnya, dan dari hasil usaha tangan mereka. Mengapa mereka tidak bersyukur?

    سُبْحٰنَ الَّذِيْ خَلَقَ الْاَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ وَمِنْ اَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُوْنَ ۝٣٦

    sub-ḫânalladzî khalaqal-azwâja kullahâ mimmâ

    tumbitul-ardlu wa min anfusihim wa mimmâ lâ ya‘lamûn

    Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.

    وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الَّيْلُۖ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَاِذَا هُمْ مُّظْلِمُوْنَۙ ۝٣٧

    wa âyatul lahumul-lailu naslakhu min-hun-nahâra fa idzâ hum mudhlimûn

    Suatu tanda juga (atas kekuasaan Allah) bagi mereka adalah malam. Kami pisahkan siang dari (malam) itu. Maka, seketika itu mereka (berada dalam) kegelapan.

    وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَاۗ ذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ ۝٣٨

    wasy-syamsu tajrî limustaqarril lahâ, dzâlika taqdîrul-‘azîzil-‘alîm

    (Suatu tanda juga atas kekuasaan Allah bagi mereka adalah) matahari yang berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.

    وَالْقَمَرَ قَدَّرْنٰهُ مَنَازِلَ حَتّٰى عَادَ كَالْعُرْجُوْنِ الْقَدِيْمِ ۝٣٩

    wal-qamara qaddarnâhu manâzila ḫattâ ‘âda kal-‘urjûnil-qadîm

    (Begitu juga) bulan, Kami tetapkan bagi(-nya) tempat-tempat peredaran sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir,) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua.

    لَا الشَّمْسُ يَنْۢبَغِيْ لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِۗ وَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ ۝٤٠

    lasy-syamsu yambaghî lahâ an tudrikal-qamara wa lal-lailu sâbiqun-nahâr, wa kullun fî falakiy yasbaḫûn

    Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya.

    وَاٰيَةٌ لَّهُمْ اَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِى الْفُلْكِ الْمَشْحُوْنِۙ ۝٤١

    wa âyatul lahum annâ ḫamalnâ dzurriyyatahum fil-fulkil-masy-ḫûn

    Suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami mengangkut keturunan mereka dalam kapal yang penuh muatan.

    وَخَلَقْنَا لَهُمْ مِّنْ مِّثْلِهٖ مَا يَرْكَبُوْنَ ۝٤٢

    wa khalaqnâ lahum mim mitslihî mâ yarkabûn
    (Begitu juga) Kami menciptakan untuk mereka dari

    jenis itu angkutan (lain) yang mereka kendarai.

    وَاِنْ نَّشَأْ نُغْرِقْهُمْ فَلَا صَرِيْخَ لَهُمْ وَلَاهُمْ يُنْقَذُوْنَۙ ۝٤٣

    wa in nasya’ nughriq-hum fa lâ sharîkha lahum wa lâ hum yungqadzûn

    Jika Kami menghendaki, Kami akan menenggelamkan mereka. Kemudian, tidak ada penolong bagi mereka dan tidak (pula) mereka diselamatkan.

    اِلَّا رَحْمَةً مِّنَّا وَمَتَاعًا اِلٰى حِيْنٍ ۝٤٤

    illâ raḫmatam minnâ wa matâ‘an ilâ ḫîn

    Akan tetapi, (Kami menyelamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberi mereka kesenangan hidup sampai waktu tertentu.

    وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّقُوْا مَا بَيْنَ اَيْدِيْكُمْ وَمَا خَلْفَكُمْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ۝٤٥

    wa idzâ qîla lahumuttaqû mâ baina aidîkum wa mâ khalfakum la‘allakum tur-ḫamûn

    Ketika dikatakan kepada mereka, “Takutlah kamu akan (siksa) yang ada di hadapanmu (di dunia) dan azab yang ada di belakangmu (akhirat) agar kamu mendapat rahmat,” (maka mereka berpaling).

    وَمَا تَأْتِيْهِمْ مِّنْ اٰيَةٍ مِّنْ اٰيٰتِ رَبِّهِمْ اِلَّا كَانُوْا عَنْهَا مُعْرِضِيْنَ ۝٤٦

    wa mâ ta’tîhim min âyatim min âyâti rabbihim illâ kânû ‘an-hâ mu‘ridlîn

    Tidak satu pun dari tanda-tanda (kebesaran) Tuhan datang kepada mereka, kecuali mereka berpaling darinya.

    وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ اَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُۙ قَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنُطْعِمُ مَنْ لَّوْ يَشَاۤءُ اللّٰهُ اَطْعَمَهٗٓۖ اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ ۝٤٧

    wa idzâ qîla lahum anfiqû mimmâ razaqakumullâhu qâlalladzîna kafarû lilladzîna âmanû a nuth‘imu mal lau yasyâ’ullâhu ath‘amahû in antum illâ fî dlalâlim mubîn

    Apabila dikatakan kepada mereka, “Infakkanlah sebagian rezeki yang diberikan Allah kepadamu,” orang-orang yang kufur itu berkata kepada orang-orang yang beriman, “Apakah pantas kami memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki, Dia akan memberinya makan? Kamu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

    وَيَقُوْلُوْنَ مَتٰى هٰذَا الْوَعْدُ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ ۝٤٨

    wa yaqûlûna matâ hâdzal-wa‘du ing kuntum shâdiqîn

    Mereka berkata, “Kapankah janji (hari Kebangkitan) ini (terjadi) jika kamu orang-orang benar?”

    مَا يَنْظُرُوْنَ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُوْنَ ۝٤٩

    mâ yandhurûna illâ shaiḫataw wâḫidatan ta’khudzuhum wa hum yakhishshimûn

    Mereka hanya menunggu satu teriakan yang akan membinasakan mereka saat mereka (sibuk) bertengkar (tentang urusan dunia).

    فَلَا يَسْتَطِيْعُوْنَ تَوْصِيَةً وَّلَآ اِلٰٓى اَهْلِهِمْ يَرْجِعُوْنَࣖ ۝٥٠

    fa lâ yastathî‘ûna taushiyataw wa lâ ilâ ahlihim yarji‘ûn

    Oleh sebab itu, mereka tidak dapat berwasiat dan tidak dapat kembali kepada keluarganya.

    وَنُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَاِذَا هُمْ مِّنَ الْاَجْدَاثِ اِلٰى رَبِّهِمْ يَنْسِلُوْنَ ۝٥١

    wa nufikha fish-shûri fa idzâ hum minal-ajdâtsi ilâ rabbihim yansilûn

    Sangkakala pun ditiup dan seketika itu mereka bergerak cepat dari kuburnya menuju kepada Tuhannya.

    قَالُوْا يٰوَيْلَنَا مَنْۢ بَعَثَنَا مِنْ مَّرْقَدِنَاۜ هٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُوْنَ ۝٥٢

    qâlû yâ wailanâ mam ba‘atsanâ mim marqadinâ hâdzâ mâ wa‘adar-raḫmânu wa shadaqal-mursalûn

    Mereka berkata, “Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” (Lalu, dikatakan kepada mereka,) “Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih dan benarlah para rasul(-Nya).”

    اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ ۝٥٣

    ing kânat illâ shaiḫataw wâḫidatan fa idzâ hum jamî‘ul ladainâ muḫdlarûn

    Teriakan itu hanya sekali saja, maka seketika itu mereka semua dihadapkan kepada Kami (untuk dihisab).

    فَالْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا وَّلَا تُجْزَوْنَ اِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ۝٥٤

    fal-yauma lâ tudhlamu nafsun syai’aw wa lâ tujzauna illâ mâ kuntum ta‘malûn

    Pada hari itu tidak ada sama sekali orang yang dirugikan sedikit pun. Kamu tidak akan diberi balasan, kecuali atas apa yang telah kamu kerjakan.

    اِنَّ اَصْحٰبَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِيْ شُغُلٍ فٰكِهُوْنَۚ ۝٥٥

    inna ash-ḫâbal-jannatil-yauma fî syughulin fâkihûn

    Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu berada dalam kesibukan (sehingga tidak sempat berpikir tentang penghuni neraka) lagi bersenang-senang.

    هُمْ وَاَزْوَاجُهُمْ فِيْ ظِلٰلٍ عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ مُتَّكِــُٔوْنَۚ ۝٥٦

    hum wa azwâjuhum fî dhilâlin ‘alal-arâ’iki muttaki’ûn

    Mereka dan pasangan-pasangannya berada dalam tempat yang teduh sambil berbaring di atas ranjang berkelambu.

    لَهُمْ فِيْهَا فَاكِهَةٌ وَّلَهُمْ مَّا يَدَّعُوْنَۚ ۝٥٧

    lahum fîhâ fâkihatuw wa lahum mâ yadda‘ûn

    Di (surga) itu mereka memperoleh buah-buahan dan apa saja yang mereka inginkan.

    سَلٰمٌۗ قَوْلًا مِّنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ ۝٥٨

    salâm, qaulam mir rabbir raḫîm

    (Kepada mereka dikatakan,) “Salam sejahtera” sebagai ucapan dari Tuhan Yang Maha Penyayang.

    وَامْتَازُوا الْيَوْمَ اَيُّهَا الْمُجْرِمُوْنَ ۝٥٩

    wamtâzul-yauma ayyuhal-mujrimûn

    (Dikatakan kepada orang-orang kafir,) “Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai para pendurhaka!

    اَلَمْ اَعْهَدْ اِلَيْكُمْ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ اَنْ لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطٰنَۚ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ۝٦٠

    a lam a‘had ilaikum yâ banî âdama al lâ ta‘budusy-syaithân, innahû lakum ‘aduwwum mubîn

    Bukankah Aku telah berpesan kepadamu dengan sungguh-sungguh, wahai anak cucu Adam, bahwa janganlah kamu menyembah setan? Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kamu.

    وَاَنِ اعْبُدُوْنِيْۗ هٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيْمٌ ۝٦١

    wa ani‘budûnî, hâdzâ shirâthum mustaqîm

    (Begitu juga bahwa) sembahlah Aku. Inilah jalan yang lurus.”

    وَلَقَدْ اَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيْرًاۗ اَفَلَمْ تَكُوْنُوْا تَعْقِلُوْنَ ۝٦٢

    wa laqad adlalla mingkum jibillang katsîrâ, a fa lam takûnû ta‘qilûn

    Sungguh, ia (setan itu) benar-benar telah menyesatkan sangat banyak orang dari kamu. Maka, apakah kamu tidak mengerti?

    هٰذِهٖ جَهَنَّمُ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ ۝٦٣

    hâdzihî jahannamullatî kuntum tû‘adûn

    Inilah (neraka) Jahanam yang dahulu telah diperingatkan kepadamu.

    اِصْلَوْهَا الْيَوْمَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُوْنَ ۝٦٤

    ishlauhal-yauma bimâ kuntum takfurûn

    Masuklah ke dalamnya pada hari ini karena dahulu kamu mengingkarinya.

    اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ۝٦٥

    al-yauma nakhtimu ‘alâ afwâhihim wa tukallimunâ aidîhim wa tasy-hadu arjuluhum bimâ kânû yaksibûn

    Pada hari ini Kami membungkam mulut mereka. Tangan merekalah yang berkata kepada Kami dan kaki merekalah yang akan bersaksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.

    وَلَوْ نَشَاۤءُ لَطَمَسْنَا عَلٰٓى اَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَاَنّٰى يُبْصِرُوْنَ ۝٦٦

    walau nasyâ’u lathamasnâ ‘alâ a‘yunihim fastabaqush-shirâtha fa annâ yubshirûn

    Seandainya Kami menghendaki, pastilah Kami akan menghapus penglihatan (membutakan) mereka sehingga mereka berlomba-lomba (mencari) jalan (selamat). Maka, bagaimana mungkin mereka dapat melihat?

    وَلَوْ نَشَاۤءُ لَمَسَخْنٰهُمْ عَلٰى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوْا مُضِيًّا وَّلَا يَرْجِعُوْنَࣖ ۝٦٧

    walau nasyâ’u lamasakhnâhum ‘alâ makânatihim famastathâ‘û mudliyyaw wa lâ yarji‘ûn

    Seandainya Kami menghendaki, pastilah Kami akan mengubah bentuk mereka di tempat mereka berada, sehingga mereka tidak sanggup meneruskan perjalanan dan juga tidak sanggup pulang kembali.

    وَمَنْ نُّعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِى الْخَلْقِۗ اَفَلَا يَعْقِلُوْنَ ۝٦٨

    wa man nu‘ammir-hu nunakkis-hu fil-khalq, a fa lâ ya‘qilûn

    Siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami balik proses penciptaannya (dari kuat menuju lemah). Maka, apakah mereka tidak mengerti?

    وَمَا عَلَّمْنٰهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْۢبَغِيْ لَهٗۗ اِنْ هُوَ اِلَّا ذِكْرٌ وَّقُرْاٰنٌ مُّبِيْنٌۙ ۝٦٩

    wa mâ ‘allamnâhusy-syi‘ra wa mâ yambaghî lah, in huwa illâ dzikruw wa qur’ânum mubîn

    Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Nabi Muhammad) dan (bersyair) itu tidaklah pantas baginya. (Wahyu yang Kami turunkan kepadanya) itu tidak lain hanyalah pelajaran dan Al-Qur’an yang jelas,

    لِّيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَّيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ ۝٧٠

    liyundzira mang kâna ḫayyaw wa yaḫiqqal-qaulu ‘alal-kâfirîn

    agar dia (Nabi Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan agar ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir itu menjadi pasti.

    اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِّمَّا عَمِلَتْ اَيْدِيْنَآ اَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مٰلِكُوْنَ ۝٧١

    a wa lam yarau annâ khalaqnâ lahum mimmâ ‘amilat aidînâ an‘âman fa hum lahâ mâlikûn

    Tidakkah mereka mengetahui bahwa Kami telah menciptakan untuk mereka hewan-hewan ternak dari ciptaan tangan Kami (sendiri), lalu mereka menjadi pemiliknya?

    وَذَلَّلْنٰهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوْبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُوْنَ ۝٧٢

    wa dzallalnâhâ lahum fa min-hâ rakûbuhum wa min-hâ ya’kulûn

    Kami menjadikannya (hewan-hewan itu) tunduk kepada mereka. Sebagian di antaranya menjadi tunggangan mereka dan sebagian (lagi) mereka makan.

    وَلَهُمْ فِيْهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ ۝٧٣

    wa lahum fîhâ manâfi‘u wa masyârib, a fa lâ yasykurûn

    Pada dirinya (hewan-hewan ternak itu) terdapat berbagai manfaat dan minuman untuk mereka. Apakah mereka tidak bersyukur?

    وَاتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اٰلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنْصَرُوْنَۗ ۝٧٤

    wattakhadzû min dûnillâhi âlihatal la‘allahum yunsharûn

    Mereka menjadikan sesembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.

    لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ نَصْرَهُمْۙ وَهُمْ لَهُمْ جُنْدٌ مُّحْضَرُوْنَ ۝٧٥

    lâ yastathî‘ûna nashrahum wa hum lahum jundum muḫdlarûn

    (Sesembahan) itu tidak mampu menolong mereka, padahal (sesembahan) itu adalah tentara yang dihadirkan untuk menjaganya.

    فَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْۘ اِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَ ۝٧٦

    fa lâ yaḫzungka qauluhum, innâ na‘lamu mâ yusirrûna wa mâ yu‘linûn

    Maka, jangan sampai ucapan mereka membuat engkau (Nabi Muhammad) bersedih hati. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.

    اَوَلَمْ يَرَ الْاِنْسَانُ اَنَّا خَلَقْنٰهُ مِنْ نُّطْفَةٍ فَاِذَا هُوَ خَصِيْمٌ مُّبِيْنٌ ۝٧٧

    a wa lam yaral-insânu annâ khalaqnâhu min nuthfatin fa idzâ huwa khashîmum mubîn

    Tidakkah manusia mengetahui bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani? Kemudian tiba-tiba saja dia menjadi musuh yang nyata.

    وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَّنَسِيَ خَلْقَهٗۗ قَالَ مَنْ يُّحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ ۝٧٨

    wa dlaraba lanâ matsalaw wa nasiya khalqah, qâla may yuḫyil-‘idhâma wa hiya ramîm

    Dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal penciptaannya. Dia berkata, “Siapakah yang bisa menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh?”

    قُلْ يُحْيِيْهَا الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ اَوَّلَ مَرَّةٍۗ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيْمٌۙ ۝٧٩

    qul yuḫyîhalladzî ansya’ahâ awwala marrah, wa huwa bikulli khalqin ‘alîm

    Katakanlah (Nabi Muhammad), “Yang akan menghidupkannya adalah Zat yang menciptakannya pertama kali. Dia Maha Mengetahui setiap makhluk.

    ࣙالَّذِيْ جَعَلَ لَكُمْ مِّنَ الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًاۙ فَاِذَآ اَنْتُمْ مِّنْهُ تُوْقِدُوْنَ ۝٨٠

    alladzî ja‘ala lakum minasy-syajaril-akhdlari nâran fa idzâ antum min-hu tûqidûn

    (Dialah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau. Kemudian, seketika itu kamu menyalakan (api) darinya.”

    اَوَلَيْسَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يَّخْلُقَ مِثْلَهُمْۗ بَلٰى وَهُوَ الْخَلّٰقُ الْعَلِيْمُ ۝٨١

    a wa laisalladzî khalaqas-samâwâti wal-ardla biqâdirin ‘alâ ay yakhluqa mitslahum, balâ wa huwal-khallâqul-‘alîm

    Bukankah Zat yang menciptakan langit dan bumi mampu menciptakan manusia yang serupa mereka itu (di akhirat kelak)? Benar. Dialah yang Maha Banyak Mencipta lagi Maha Mengetahui.

    اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔاۖ اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ ۝٨٢

    innamâ amruhû idzâ arâda syai’an ay yaqûla lahû kun fa yakûn

    Sesungguhnya ketetapan-Nya, jika Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka, jadilah (sesuatu) itu.

    فَسُبْحٰنَ الَّذِيْ بِيَدِهٖ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَࣖ ۝٨٣

    fa sub-ḫânalladzî biyadihî malakûtu kulli syai’iw wa ilaihi turja‘ûn

    Maka, Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya kamu dikembalikan.

    Bacaan Tahlil: Lengkap dengan Doa Tahlil untuk Arwah

    بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

    إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى سَيِّدِنَا مُحمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاٰلِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَأَوْلَادِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ الْفَــاتِحَةُ

    Ila ḫadlratin-nabiyyil-musthafâ sayyidinâ Muḫammadin shallallahu ‘alaihi wa sallama wa âlihi wa azwâjihi wa awlâdihi wa dzurriyyâtihi al-fâtiḫah

    Kepada yang terhormat Nabi Muhammad ﷺ, segenap keluarga, istri-istrinya, anak-anaknya, dan keturunannya. Bacaan Al-Fatihah ini kami tujukan kepada Allah dan pahalanya untuk mereka semua. Al-Fatihah…

    ثُمَّ إِلَى حَضْرَةِ إِخْوَانِهِ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَالْأَوْلِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَالْعُلَمَاءِ الْعَامِلِيْنَ وَالْمُصَنِّفِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَجَمِيْعِ الْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ، خُصُوْصًا إِلَى سَيِّدِنَا الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجِيْلَانِي وَخُصُوْصًا إِلَى مُؤَسِّسِيْ جَمْعِيَّةِ نَهْضَةِ الْعُلَمَاءِ الْفَــاتِحَةُ

    Tsumma ilâ ḫadlrati ikhwânihi minal-anbiya’i wal-mursalîn wal-auliya’i wasy-syuhadâ’i wash-shâlihîn wash-shaḫâbati wat tâbi‘în wal-‘ulamâ’il-‘âmilîn wal-mushannifînal-mukhlishîn wa jamî‘il-malâikatil-muqarrabîn, khusûshan ilâ sayyidinâsy-syaikh ‘abdil qâdir al-jîlânî wa khushûshan ilâ muassisî jam‘iyyah Nahdlatil Ulama, al-fâtiḫah

    Lalu kepada segenap saudara beliau dari kalangan pada nabi, rasul, wali, syuhada, orang-orang saleh, sahabat, tabi‘in, ulama al-amilin (yang mengamalkan ilmunya), ulama penulis yang ikhlas, semua malaikat Muqarrabin, terkhusus kepada Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan para pendiri organisasi Nahdlatul Ulama. Bacaan Al-Fatihah ini kami tujukan kepada Allah dan pahalanya untuk mereka semua. Al-Fatihah.

    ثُمَّ إِلَى جَمِيْعِ أَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ مَشَارِقِ الْأَرْضِ إِلَى مَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا خُصُوْصًا إِلَى اٰبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَأَجْدَادِنَا وَجَدَّاتِنَا وَمَشَايِخِنَا وَمَشَايِخِ مَشَايِخِنَا وَأَسَاتِذَةِ أَسَاتِذَتِنَا وَلِمَنْ أَحْسَنَ إِلَيْنَا وَلِمَنِ اجْتَمَعْنَا هٰهُنَا بِسَبَبِهِ الْفَاتِحَةُ

    Tsumma ilâ jamî‘i ahlil-qubûri minal-muslimîna wal-muslimâti wal-mu’minîna wal-mu’minâti min masyâriqil-ardli ilâ maghâribihâ barrihâ wa baḫrihâ khushushan ilâ abâ’inâ wa ummahâtinâ wa ajdâdinâ wa jaddâtina wa masyâkhinâ wa masyâyikhi masyâyikhinâ wa asâtidzati asâtidzatinâ wa liman aḫsana ilainâ wa liman ijtama‘nâ hâhunâ bisababihi, al-fâtiḫah

    Kemudian kepada semua ahli kubur Muslimin, Muslimat, Mukminin, Mukminat dari Timur ke Barat, baik di laut dan di darat, khususnya bapak kami, ibu kami, kakek kami, nenek kami, guru kami, pengajar dari guru kami, mereka yang telah berbuat baik kepada kami, dan bagi ahli kubur/arwah yang menjadi sebab kami berkumpul di sini. Bacaan Al-Fatihah ini kami tujukan kepada Allah dan pahalanya untuk mereka semua. Al-Fatihah.

    ثُمَّ إِلَى جَمِيْعِ أهْلِ الْقُبُوْرِ مِمَّنْ ذُكِرَتْ أَسْمَاؤُهُ فِيْ هٰذِهِ الرِّسَالَةِ حَضْرَةِ رُوْحِ … وَحَضْرَةِ رُوْحِ … وَحَضْرَةِ رُوْحِ … رَحِمَهُمُ اللهُ وَغَفَرَهُمْ، الْفَاتِحَةُ

    Tsumma ilâ jamî‘i ahlil-qubûri mimman dzukirot asmâ’uhu fi hâdzihir risâlati, ḫadlrati rûhi…, wa ḫadlrati rûhi…, wa ḫadlrati rûhi…, roḫimahumullâhu wa ghafarahum, al-fâtiḫah

    Kemudian kepada semua ahli kubur, yang namanya disebutkan dalam risalah ini. Kepada…, dan kepada…, dan kepada…. Semoga Allah merahmati dan mengampuni mereka. Bacaan Al-Fatihah ini kami tujukan kepada Allah dan pahalanya untuk mereka semua. Al-Fatihah.

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ، اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ، لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ، وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَـــــدٌ ×٣

    Bismillâhir-raḫmânir-raḫîm(i), Qul huwallâhu aḫad, Allâhush-shamad, lam yalid wa lam yûlad, wa lam yakul lahû kufuwan aḫad 3x

    Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (3 kali).

    لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ

    Lâ ilâha illâllâhu wallâhu akbar

    Tiada tuhan yang layak disembah kecuali Allah. Allah maha besar.

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِۙ، مِنْ شَرِّ مَـــا خَلَقَۙ، وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَۙ، وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِۙ، وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ

    Bismillâhir-raḫmânir-raḫîm(i), Qul a‘udzu bi rabbil-falaq, min syarri mâ khalaq, wa min syarri ghâsiqin idzâ waqab, wa min syarrin-naffâtsâti fîl-‘uqad, wa min syarri ḫâsidin idzâ ḫasad

    Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar), dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya), dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.”

    لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ

    Lâ ilâha illâllâhu wallâhu akbar

    Tiada tuhan yang layak disembah kecuali Allah. Allah maha besar.

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِۙ، مَلِكِ النَّـــاسِۙ، اِلٰهِ النَّاسِۙ، مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ ەۙ الْخَنَّاسِۖ، الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِۙ، مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّــاسِ

    Bismillâhir-raḫmânir-raḫîm(i), Qul a‘udzû bi rabbin-nâs, malikin-nâs, ilahin-nâs, min syarril-waswâsil khannâs, alladzi yuwaswisu fî shudûrin-nâs, minal-jinnati wan-nâs.

    Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, raja manusia, sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.”

    لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ

    Lâ ilâha illâllâhu wa Allâhu Akbar

    Tiada tuhan yang layak disembah kecuali Allah. Allah maha besar.

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ، الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ، مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ، اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ، اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ، صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ

    Bismillâhir-raḫmânir-raḫîm(i), al-ḫamdu lillâhi rabbil-‘âlamîn, Ar-raḫmânir-raḫîm, mâliki yaumid-dîn, iyyâka na‘budu wa iyyâka nasta‘în, ihdinâsh-shirâthal-mustaqîm, shirâtal ladzîna an‘amta ‘alaihim ghairil-maghdlûbi ‘alaihim wa lâdl-dlâllîn. Âmîn

    Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang maha pengasih lagi maha penyayang. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada-Mu kami menyembah. Hanya kepada-Mu pula kami memohon pertolongan. Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Kauanugerahi nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Semoga Kaukabulkan permohonan kami.

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، الۤــــــمّۤۚ، ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَۛ فِيْهِۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ، الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَۙ، وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ، اُولٰۤىِٕكَ عَلٰى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْۙ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

    Bismillâhir-rahmânir-rahîm(i), Alif Lâm Mîm, dzâlikal-kitâbu lâ raiba fîhi, hudal-lilmuttaqîn, al-ladzîna yu’minûna bil-ghaibi wa yuqîmûnash-shalâta wa mimmâ razaqnâhum yunfiqûn, wal-ladzîna yu’minûna bimâ unzila ilaika wa mâ unzila min qablika, wa bil-âkhirati hum yûqinûn, ulâ’ika ‘alâ hudam mir rabbihim wa ulâ’ika humul-mufliḫûn.

    Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Alif lam mim. Demikian itu kitab ini tidak ada keraguan padanya. Sebagai petunjuk bagi mereka yang bertakwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab Al-Qur’an yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad ﷺ) dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari tuhannya. Merekalah orang orang yang beruntung.

    وَإِلٰهُكُمْ إِلٰهٌ وَّاحِدٌ لَا إِلٰهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيمُ

    Wa ilâhukum ilâhuw wâḫidul lâ ilâha illa Huwar-raḫmânur-raḫîm.

    Artinya, “Dan Tuhan kalian adalah Tuhan yang maha esa. Tiada tuhan yang layak disembah kecuali Dia yang maha pengasih lagi maha penyayang.”

    اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ

    Allahu lâ ilâha illa huwal-ḫayyul-qayyûm(u). Lâ ta’khudzuhû sinatuw wa lâ naûm(u). Lahû mâ fis-samâwâti wa mâ fil-ardl. Man dzal ladzî yasyfa’u ‘indahû illâ bi idznih(i). Ya’lamu mâ baina aidîhim wa mâ khalfahum. Wa lâ yuḫithûna bi syai’in min ‘ilmihî illâ bimâ syâ’a wasi’a kursiyyuhus-samawâti wal-ardl. Wa lâ ya’ûduhu ḫifdhuhumâ wahuwal-‘aliyyul-adhîm.

    Allah, tiada yang layak disembah kecuali Dia yang hidup kekal lagi berdiri sendiri. Tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberikan syafaat di sisi-Nya kecuali dengan izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui sesuatu dari ilmu-Nya kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat menjaga keduanya. Dia maha tinggi lagi maha agung.

    أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَـــظِيْمَ ×٣

    Astaghfirullâhal-‘adhîm 3 x

    Saya mohon ampun kepada Allah yang maha agung (3 kali).

    أَفْضَلُ الذِّكْرِ فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، حَيٌّ مَوْجُوْدٌ

    Afdlaludz dzikri fa‘lam annahu lâ ilâha illallâhu ḫayyun maujûd(un)

    Sebaik-baik dzikir–ketahuilah–adalah lafal ‘Lâ ilâha illallâh’, tiada tuhan selain Allah, Dzat yang Mahahidup dan Wujud.

    لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، حَيٌّ مَعْبُوْدٌ

    La ilâha illâllâhu ḫayyun ma‘bûd
    Tiada tuhan selain Allah, Dzat yang mahahidup dan disembah.”

    لَاَ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، حَيٌّ بَاقٍ

    La ilâha illâllâhu ḫayyun bâq

    Tiada tuhan selain Allah, Dzat yang Mahahidup dan kekal.

    لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ ×١٠٠

    La ilâha illâllâh 100x

    Tiada tuhan selain Allah (100 kali).

    اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ ×٢

    Allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ Muḫammadin, Allâhumma shalli ‘alaihi wa sallim

    Ya Allah, limpahkan rahmat takzim dan keselamatan kepada pemimpin kami, Nabi Muhammad (2 kali).

    سُبْحَــانَ اللهِ عَدَدَ مَـــا خَلَقَ اللهُ ×٧

    Subḫânallâhi ‘adada mâ khalaqallâhu

    Mahasuci Allah sebanyak makhluk yang Allah ciptakan (7 kali).

    سُبحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ ×٣٣

    Subḫânallâhi wa biḫamdihi subḫânallâhil ‘adhîm

    Mahasuci Allah dengan segala pujian untuk-Nya. Mahasuci Allah yang Mahaagung (33 kali)

    اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ ×٢

    Allâhumma shalli ‘alâ ḫabîbika sayyidinâ Muḫammadin wa âlihi wa shaḫbihi wa sallim 2x

    Ya Allah, limpahkan rahmat takzim dan keselamatan kepada kekasih-Mu, pemimpin kami, Nabi Muhammad, berikut keluarga dan sahabatnya (2 kali).

    اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ أَجْمَعِيْنَ

    Allâhumma shalli ‘alâ ḫabîbika sayyidinâ Muḫammadin wa ‘alâ âlihi wa shaḫbihi wa bârik wa sallim ajma‘în

    Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada kekasih-Mu, pemimpin kami, Nabi Muhammad, berikut keluarga dan sahabatnya. Limpahkanlah pula berkah dan keselamatan kepada mereka semua.

    Doa Tahlil

    بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

    ﴿الدعاء﴾ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ، حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ حَمْدَ النَّاعِمِيْنَ، حَمْدًا يُّوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحِمَّدٍ

    A‘ûdzubillâhi minasy-syaithâr-rajîm, bismillâhir-raḫmânir-raḫîm, al-ḫamdulillâhi rabbil-‘alamîn, ḫamdasy syâkirin, ḫamdan nâ‘imîn, ḫamdan yuwâfî ni‘amahu wa yukâfî’u mazîdah(u), yâ rabbanâ lakal-ḫamdu kamâ yanbaghî lijalâli wajhika wa ‘adhîmi sulthânika, allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ Muḫammadin wa ‘alâ âli sayyidinâ Muḫammadin.

    Doa Aku berlindung diri kepada Engkau dari setan yang di rajam. Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam, sebagaimana orang-orang yang bersyukur dan orang yang memperoleh nikmat sama memuji, dengan pujian yang sesuai dengan nikmatnya dan memungkinkan di tambah nikmatnya. Tuhan kami, hanya Engkau segala puji, sebagaimana yang patut terhadap kemuliaan Engkau dan keagungan Engkau. Ya Allah tambahkanlah kesejahteraan dan keselamatan kepada penghulu kami Nabi Muhammad dan kepada keluarganya.

    اَللّٰهُمَّ تَقَبَّلْ وَأَوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَاْنَاهُ مِنَ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَمَا هَلَّلْنَا وَمَا سَبَّحْنَا وَمَا اسْتَغْفَرْنَا وَمَا صَلَّيْنَا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَدِيَّةً وَاصِلَةً وَرَحْمَةً نَازِلَةً وَبَرَكَةً شَامِلَةً إِلَى حَضَرَةِ حَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَقُرَّةِ أَعْيُنِنَا سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَإِلَى جَمِيْعِ إِخْوَانِهِ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَالْأَوْلِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَالْعُلَمَاءِ الْعَامِلِيْنَ وَالْمُصَنِّفِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَجَمِيْعِ الْمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِ اللهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ وَالْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِيْن، خُصُوْصًا إِلَى سَيِّدِنَا الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجِيْلَانِيّ، ثُمَّ إِلَى أَرْوَاحِ جَمِيْعِ أَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ مَشَارِقِ الْأَرْضِ وَمَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا خُصُوْصًا إِلَى آبَائِنَا وَاُمَّهَاتِنَا وَأَجْدَادِنَا وَجَدَّاتِنَا، وَنَخَصُّ خَصُوْصًا إِلَى مَنِ اجْتَمَعْنَا هٰهُنَا بِسَبَبِهِ وَلِأَجْلِهِ

    Allâhumma taqabbal wa aushil tsawâba mâ qara’nâhu minal-qur’anil-‘adhîmi wa mâ hallalnâ wamâ sabbaḫnâ wamâstaghfarnâ wamâ shallainâ ‘alâ sayyidinâ Muḫammadin shallallâhu ‘alaihi wa sallamâ hadiyyatan wâshilatan wa raḫmatan nâzilatan wa barakatan syâmilatan ilâ ḫadlrati ḫabîbinâ wa syafî‘nâ wa qurrati a‘yuninâ sayyidinâ wa maulana Muḫammadin shallallâhu ‘alaihi wa sallamâ, wa ilâ jamî‘i ikhwânihi minal-anbiyâ’i wal mursalîna wal-auliyâ’i wasy-syuhadâ’i wash-shaliḫina wash-shaḫâbati wat-tâbi‘înâ wal-‘ulamâ’il-‘âmilîna wal-mushannifînal-mukhlashîna wa jamî‘il-mujâhidînâ fî sabîlillâhi rabbil-‘âlamîna wal-malâ’ikatil-muqarrabîna, khusûshan ilâ sayyidinâsy-Syaikhi Abdil Qâdir al-Jîlâni, tsumma ilâ arwâhi jami‘i ahlil-qubûri minal-muslimînâ wal-muslimâti wal-mu’minînâ wal-mu’minâti min masyâriqil-ardli wa maghâribihâ barrihâ wa baḫrihâ khusushan ilâ âbâ’inâ wa ummahâtinâ wa ajdâdinâ wa jaddâtinâ, wa nakhushshu khusûshan ilâ man ijtama‘nâ hahunâ bisababihi wa liajlihi.

    Ya Allah, terimalah dan sampaikanlah pahala ayat-ayat Quranul ‘adhim yang telah kami baca, tahlil kami, tasbih dan istighfar kami, dan bacaan shalawat kami kepada penghulu kami Nabi Muhammad dan kepada keluarganya. Sebagai hadiah yang bisa sampai, rahmat yang turun, dan berkah yang cukup kepada kekasih kami, penolong dan buah mata kami, penghulu dan pemimpin kami, yaitu Nabi Muhammad ﷺ, kepada semua temannya dari para Nabi dan para Utusan, kepada para wali, pahlawan yang gugur (Syuhada), orang-orang yang salih, para sahabat, dan tabi’in (para pengikutnya); kepada para ulama yang mengamalkan ilmunya, para pengarang yang ikhlas, kepada semua pejuang di jalan Allah (membela agama-Nya), Allah raja seru sekalian alam; dan kepada para Malaikat muqarrabin, terutama Syekh Abdul Qadir al-Jilani, kemudian kepada ahli kubur, muslim yang laki-laki dan yang perempuan, mukmin yang laki-laki dan yang perempuan, dari dunia timur dan barat di darat dan di laut, terutama lagi kepada bapak-bapak kami, ibu-ibu kami, nenek-nenek kami yang laki-laki dan yang perempuan, lebih terutama lagi kepada orang yang menyebabkan kami sekalian berkumpul di sini dan untuk keperluannya.

    اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَعَافِهِمْ وَاعْفُ عَنْهُمْ، اَللّٰهُمَّ أَنْزِلِ الرَّحْمَةَ وَالْمَغْفِرَةَ عَلَى أَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنْ أَهْلِ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللهِ

    Allâhummaghfirlahum warḫamhum wa ‘âfihim wa‘fu ‘anhum, allâhumma anzilir-raḫmata wal-maghfirata ‘alâ ahlil-qubûri min ahli lâ ilâha illallâhu muḫammadur-rasûlullahi

    Ya Allah ampunilah mereka, kasihanilah mereka, dan maafkanlah mereka. Ya Allah turunkanlah rahmat, dan ampunan kepada ahlul kubur yang ahli mengucapkan “Laa ilaaha illaallah, Muhammadur rasulullah” (Tidak ada tuhan selain Allah, Muhammad Utusan Allah).

    رَبَّنَا أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَّارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَّارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ، رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، اَلْفَاتِحَة

    Rabbanâ arinâl-ḫaqqa ḫaqqan warzuqnât-tibâ‘ah, wa arinâl-bâthila bâthilan warzuqnâj tinâbah. Rabbanâ âtinâ fid-dunyâ ḫasanatan wa fil-âkhirati ḫasanatan wa qinâ ‘adzaban-nâr. Subḫâna rabbika rabbil-‘izzati ‘ammâ yashifun, wa salamun ‘alal-mursalîn, wal-ḫamdulillâhi rabbil-‘âlamîn. Al-fâtiḫah..

    Tuhan kami, tunjukkanlah kami kebenaran dengan jelas, jadikanlah kami pengikutnya, tunjukkanlah kami perkara batil dengan jelas, dan jadikanlah kami menjauhinya. Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api neraka, Maha Suci Tuhanku, tuhan yang bersih dari sifat yang di berikan oleh orang-orang kafir, semoga keselamatan tetap melimpahkan kepada para Utusannya dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian Alam. Al Fatihah.

    Demikianlah bacaan surah yasin dan tahlil lengkap dengan doa tahlil atau doa arwah, semoga bermanfaat. []

  • Sering Menghadapi Kesulitan? Inilah Doa Nabi Musa yang Bikin Segalanya Lancar

    Sering Menghadapi Kesulitan? Inilah Doa Nabi Musa yang Bikin Segalanya Lancar

    Doa Nabi Musa dalam Surah At-Thaha ayat 25-28 memiliki keutamaan besar dalam memohon kemudahan dan kelapangan hati saat menghadapi berbagai persoalan hidup

    NAIRALOKA.OR.ID – Salah satu amalan doa yang diajarkan oleh Nabi Musa adalah doa untuk memohon kemudahan dalam menghadapi berbagai persoalan dan urusan.

    Doa ini terdapat dalam Surah At-Thaha ayat 25-28. Berikut ini adalah teks doa tersebut dalam bahasa Arab, latin, dan terjemahannya:

    Doa Nabi Musa:

    رَبِّ ا شْرَحْ لِيْ صَدْرِ وَيَسِّرْلِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْ قَوْلِيْ 

    Rabbisyrahli shadri wayassyirli amri wahlul uqdatam mil-lisani yafqahu qauli.

    Artinya: “Ya Tuhan, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah segala urusanku, dan lepaskanlah kekakuan lidahku, agar mereka mengerti perkataanku.” (QS. At-Thaha: 25-28).

    Doa ini dilafalkan oleh Nabi Musa ketika menghadapi tantangan besar, yaitu menghadapi Fir’aun. Menurut beberapa riwayat, Nabi Musa memerlukan waktu hingga 40 tahun hingga akhirnya doanya terkabul, dan Fir’aun pun dikalahkan oleh kuasa Allah Swt.

    Keutamaan Doa Nabi Musa

    Doa yang diucapkan oleh Nabi Musa ini memiliki keutamaan yang luar biasa, terutama dalam menghadapi kesulitan besar. Allah Swt memberikan jaminan kepada Musa dengan firman-Nya dalam Surah At-Thaha ayat 46:

    Firman Allah dalam Surah At-Thaha Ayat 46:

    قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى 

    Artinya: “Janganlah kalian berdua takut kepada Fir’aun. Aku selalu menyertai dan menjaga kalian. Aku Maha Mendengar apa yang ia katakan dan Maha Melihat apa yang ia perbuat.” (QS. At-Thaha: 46)

    Dengan janji ini, Nabi Musa dan saudaranya, Nabi Harun, diberi kekuatan untuk menghadapi ancaman Fir’aun dan tentaranya.

    Allah Swt juga berfirman dalam Surah At-Thaha ayat 36 bahwa permintaan Nabi Musa telah dikabulkan:

    Firman Allah dalam Surah At-Thaha Ayat 36:

    قَالَ قَدْ أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَا مُوسَى 

    Artinya: “Allah berfirman kepada Musa, ‘Sesungguhnya Aku telah mengabulkan apa yang kamu minta. Ini adalah sebuah karunia untukmu.‘” (QS. At-Thaha: 36)

    Kisah Mukjizat Nabi Musa

    Nabi Musa dikenal dengan banyak mukjizat, salah satunya adalah membelah Laut Merah untuk menyelamatkan diri dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya.

    Kisah ini tertuang dalam Surah At-Thaha ayat 77-79. Ketika berada di depan Laut Merah, dengan izin Allah, Nabi Musa membelah laut sehingga ia dan kaumnya bisa melewati jalur aman.

    Namun, Fir’aun dan pasukannya yang mengejar akhirnya ditenggelamkan oleh laut yang kembali menyatu setelah rombongan Nabi Musa berhasil menyeberang. Berikut adalah firman Allah terkait peristiwa ini dalam Surah At-Thaha ayat 78:

    Allah Swt berfirman dalam Surah At-Thaha Ayat 78: 

    فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ بِجُنُودِهِ فَغَشِيَهُمْ مِنَ الْيَمِّ مَا غَشِيَهُمْ 

    Artinya: “Musa pun melaksanakan perintah Allah itu. Sementara itu, Fir’aun keluar dengan balatentaranya mengejar di belakang mereka hingga akhirnya berhasil melihat Musa dan kaumnya telah berada di tengah laut. Fir’aun dan pengikutnya pun mengejar melalui jalan yang dilalui Musa dan kaumnya. Terjadilah kemudian satu mukjizat yang lain lagi: laut yang terbelah itu menyatu kembali sehingga menenggelamkan Fir’aun dan seluruh pengikutnya.” (QS. At-Thaha: 78)

    Nabi Musa memiliki banyak sifat terpuji yang patut diteladani, seperti keteguhannya dalam berdakwah dan keberaniannya menghadapi penguasa zalim seperti Fir’aun.

    Nabi Musa selalu bekerja keras, berani membela kebenaran, dan berjuang melawan ketidakadilan.

    Meskipun Nabi Musa dikenal memiliki kelemahan dalam berbicara, Allah Swt menganugerahi dia kekuatan fisik yang luar biasa, yang mendukungnya dalam menjalankan tugas kenabian.

    Cara Mengamalkan

    Meskipun tidak ada ketentuan khusus untuk mengamalkan doa Nabi Musa, doa ini dapat dibacakan setelah melaksanakan shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah.

    Doa ini sangat bermanfaat untuk meminta kemudahan dalam menghadapi berbagai masalah, baik besar maupun kecil.

    Amalkan doa ini secara rutin, terutama saat Anda merasa kesulitan menghadapi berbagai persoalan hidup. Dengan mengamalkan doa Nabi Musa, semoga kita semua dimudahkan dalam segala urusan.

    Doa Nabi Musa dalam Surah At-Thaha ayat 25-28 memiliki keutamaan yang sangat besar dalam membantu seseorang menghadapi kesulitan. Doa ini bisa diamalkan dalam berbagai situasi untuk meminta kemudahan dan kelapangan hati.

    Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang dimudahkan segala urusan dan diberi kekuatan oleh Allah Swt untuk menghadapi setiap tantangan hidup. []

  • Doa Ali bin Abi Thalib dengan Huruf-Huruf Hijaiyah, Tafsir dan Makna Abjad Arab

    Doa Ali bin Abi Thalib dengan Huruf-Huruf Hijaiyah, Tafsir dan Makna Abjad Arab

    Ilmu huruf merupakan ilmu pusaka yang hanya diketahui oleh para ulama rabbaniyyun (orang-orang yang belajar ilmu dan mengajarkan ilmu).”

    NAIRALOKA.OR.ID – Doa Ali bin Abi Thalib dengan Huruf-Huruf Hijaiyah dari huruf Alif­ hingga Ya menunjukan ia sosok yang cerdas.

    Sehingga Ali bin Abi Thalib mendapat julukan sebagai Babul Ilmu. Hal ini diperjelas dengan hadits yang diriwayatkan Imam Al-Hakim dalam kitab Hadits Al-Mustadrak:

    أَنَا مَدِيْنَةُ اْلعِلْمِ وَعَلِيٌّ بَابُهَا فَمَنْ أَرَادَ اْلمَدِيْنَةَ فَلْيَأْتِ اْلبَابَ

    Artinya: “Aku kota ilmu dan Ali adalah pintunya, barangsiapa yang ingin memasuki kota ilmu maka datanglah pada pintunya.”

    Hadits Imam Al-Hakim ini dibantah oleh Imam Adz-Dzahabi, bahwasanya hadits tersebut merupakan hadits palsu. Namun artikel ini tidak akan membahas seputar hadits tersebut, akan tetapi perihal doa Ali bin Abi Thalib dengan huruf-huruf hijaiyah.

    Riwayat Seputar Huruf-Huruf

    Doa menggunakan huruf-huruf hijaiyah atau huruf arab dalam susunan yang memiliki makna tersendiri.

    Setiap huruf Arab yang digunakan dalam doa ini memiliki arti simbolis yang mendalam, dan penggunaan huruf-huruf tersebut bukan hanya sekedar teks, tetapi juga memiliki makna spiritual.

    Sebagaimana Imam Ali menjelasakan setiap huruf-huruf hijaiyah memiliki makna dan tafsirnya. Adapun berbagai riwayat seputar makna huruf-huruf yakni:

    Riwayat dari Al-Kizhim, “Ali ibn Abi Thalib berkata ketika  menjawab seorang Yahudi yang bertanya tentang faidah di dalam  huruf-huruf hijaiyah dan Rasulullah saw. memerintahkan beliau untuk menjawabnya, “Setiap huruf adalah nama dari nama-nama  Allah Swt.”

    Ali bin Abi Thalib berkata, “Ilmu huruf merupakan ilmu pusaka yang hanya diketahui oleh para ulama rabbaniyyun (orang-orang yang belajar ilmu dan mengajarkan ilmu).”

    Al-Imam Ar-Ridha berkata, “…huruf-huruf al-bashithah at-takwini (sederhana dan formatif) merupakan kunci-kunci pembuka kitab yang takwini (tidak tertulis atau alam) dan pembuka kitab yang tadwini (tertulis). Huruf-huruf itu merupakan akal universal dan merupakan sumber segala sesuatu, karena huruf-huruf itu mengalirkan aktifitas  dan merupakan petunjuk bagi semua yang terindera.”

    Bacaan Doa Ali bin Abi Thalib dengan Huruf-Huruf Hijaiyah

    Bacaan Doa Ali bin Abi Thalib

    Artinya:

    Bismillahirrahmanirrahim. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan tidak memohon kepada seorang pun selain Engkau. Ya Allah, dengan hak nama-nama yang penuh berkah ini, ya Allah, dengan Alif al-ibtida (permulaan), dengan ba al-baha (keagungan), dengan ta at-ta’lif (pembentukan) dengan tsa ats-tsana (sanjungan), dengan jim al-jalal (keperkasaan), dengan ha al-hamd (pujian), dengan kha al-khaaafa (ketersembunyian), dengan dal ad-dawam (kepengasuhan), dengan za az-ziyadah (tambahan), dengan sin as-salaamah (keselamatan), dengan syin asy-syukru (syukur), dengan shad ash-shabr (sabar), dengan dhad adh-dhau’ (cahaya) dengan tha ath-thul (panjang), dengan zha azh-zhalam (kegelapan), dengan ain al-afwu (pemaafan), dengan ghain al-ghufran (ampunan), dengan kaf al-kalimah at-tammah (firman yang sempurna), dengan lam al-lauh (al-lauh al-mahfuzh), dengan mim al-malik (kepenguasaan), dengan nun an-nur (cahaya), dengan wawu wahdaniyyah (ke-esaan), dengan ha al-haibah (kewibawaan), dengan lam alif laillllaha illa anta (tiada tuhan selain Engkau), dengan ya dzi al-jalal wal ikram (pemilik keagungan dan kemuliaan. Ya Allah, aku memohon  kepadamu, wahai Yang tidak dibosankan oleh permohonan para peminta.  Wahai Dia Yang Maha mengetahui segala yang disembunyikan hati dan  tertutup dada, aku bermohon kepada-Mu, sampaikanlah shalawat kepada  baginda Muhammad Saw dan keluarga Muhammad. Jadikanlah bagiku jalan keluar yang dekat dari setiap kegelisahan, jalan keluar yang lembut  dari setiap kesempitan, kelapangan bagi setiap kesulitan, jalan untuk setiap  kebaikan, dengan rahmat-Mu, wahai Yang paling penyayang di antara  para penyayang, dengan hak Muhammad dan keluarganya yang suci.  (Dikutip dari kitab Asrir al-Kitdb fi Umm al-Kitab, Kizhim an-Najafi, h.39)

    Tafsir Tentang Huruf-Huruf Hijaiyah

    Riwayat dari Ali as, “Utsman ibn Affan bertanya kepada Rasululullah Saw tentang tafsir abjad. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Belajarlah tafsir ajad, karena di dalamnya ada berbagai keajaiban.

    Merugilah  orang alim yang tidak mengetahui tafsir abjad. Kemudian Rasulullah Saw bersabda, “Alif adalah ala’ullah (karunia Allih), huruf  demi huruf merupakan bagian dari nama-nama Allih.

    Adapun ba adalah bahjatullah (keindahan Allah), jim adalah jannatullah (surga Allah), jalalullah (keperkasaan Allah) dan jamalullah (kecantikan  Allah). Dan dal adalah dinullah (agama Allah).

    Adapun Hawaza, ha adalah al-hawiyah (neraka hawiyah), maka  celakalah orang yang dijatuhkan ke dalam neraka. Wawu-nya adalah wailun (sengsaralah) penghuni neraka. Za-nya adalah zawiyah  (pojok/sudut) di neraka, dan kita berlindung kepada Allah Swt dari apa  yang ada di zawiyah neraka, yakni zawiyah-zawiyah Jahannam.

    Adapun hathaya, ha’-nya adalah huthututh al-khathaya (jatuhnya berbagai kesalahan) dari orang-orang yang memohon ampunan di malam qadar (lailah al-qadr) dan apa yang dibawa turun oleh Jibril bersama para malaikat sampai terbit fajar.

    Tha-nya adalah thuba lahum (beruntunglah mereka) dan bagi mereka tempat Kembali yang baik. Ia adalah pohon yang ditanam oleh Allah Swt dan padanya Dia meniupkan dari ruh-Nya, dan dahan-dahannya kau lihat dari balik dinding surga. Ia tumbuh elok manis, berjuntai ke mulut-mulut mereka.

    Adapun ya adalah yadullah (tangan Allah) yang terbentang lebar bagi makhluk-Nya. Mahasuci Allah Swt dari apa yang mereka persekutukan.

    Adapun kalamana, kaf-nya adalah kalamullah, tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya,dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari-Nya.

    Adapun lam adalah ahlul Jannah (penghuni surga, mereka saling mengunjungi, saling memberi hormat dan salam) dan talawam (saling mencela) penghuni neraka.

    Adapun nun adalah nun wal-qalami wa ma yasthurun (Nun, demi Qalam dan apa yang dituliskannya). Qalam itu dari cahaya, dan kitab itu pun dari cahaya, di lauh mahfuzh yang bisa disaksikan oleh mereka yang didekatkan (al-muqarrabun). Dan cukuplah Allah Swt sebagai saksi.

    Adapun sa-‘a-fa-sha, shad-nya adalah sha’bi sha’ (satu sha’ dengan satu sha’) dan fash bi fash (sesiung dengan sesiung) yakni satu ganjaran dengan satu ganjaran, sebagaimana engkau memberi, engkau diberi. Sesungguhnya Allah Swt tidak hendak menzalimi hamba-Nya.

    Adapun qa-ra-sya-t adalah qarasyahum (Allah mengumpulkan mereka) dan membangkitkan mereka di Hari Kiamat, fa qudhiya bainahum il-haq wa hum la yuzhlamun (mereka diberi keputusan dengan adil, dan mereka tidak dirugikan).

    Demikianlah doa Ali bin Abi Thali dengan huruf-huruf hijaiyah yang dilengkapi dengan tafsir, filosofi atau makna dari abjad arab. []

    Sumber bacaan:
    Khasha’ish wa Asrar wa Tafsir Bismillahir Rahmanir Rahim (Rahasia, Keutamaan dan Tafisr Atas Kalimat Basmalah) karya DR. Asy-Syaikh Muhamammad Huwaidi.

  • Syiir Aqoid 50 (Seket), Lengkap dengan Dalil

    Syiir Aqoid 50 (Seket), Lengkap dengan Dalil

    Aqoid 50 merujuk pada 50 butir keyakinan dasar dalam ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah yakni 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil dan 1 sifat jaiz. Sedangkan, sifat Rasul terdiri dari 4 sifat wajib, 4 sifat mustahil dan satu sifat jaiz.

    NAIRALOKA.OR.ID – Syiir Aqoid 50 (seket) merupakan bacaan nadhom jawa yang membahas tentang sifat Allah Swt dan Sifat Nabi Muhammad yang berjumlah lima puluh.

    Sifat Allah Swt dan Rasulnya dikelompokan yang terdiri dari 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil dan 1 sifat jaiz. Sedangkan, sifat Rasul terdiri dari 4 sifat wajib, 4 sifat mustahil dan satu sifat jaiz.

    Jadi syiir Aqoid 50 (seket) adalah ilmu tauhid dasar yang menggunakan metode Jawa karena berbentuk syair jawa yang berisi tentang sifat Allah Swt dan Rasululnya.

    Inilah nadhom atau Syiir Aqoid 50 (seket) teks latin berbahasa Jawa dan dilengkapi dengan gambar teks arab pegon:

    Syiir Aqoid 50 (Seket) Jawa

    Inilah bacaan syiir aqoid 50 (seket) Jawa:

    Alhamdulillah muji ing Allah
    Wassyukru lillah syukur ing Allah
    Rahmat lan salam katur Njeng Nabi
    Kawula wargo shohabat Nabi

    Wajib mukallaf kudu ngerteni
    Aqoid seket sangune pati
    Wajibe Allah rong puluh werno
    Kang pisan wujud maknane ono

    Ping pindo qidam dihin artine
    Ping telu baqo’ langgeng maknane
    Ping papat mukholafah suloyo
    Muhal ing Gusti podo nang liyo

    Waqiyamuhu jumeneng dzate
    Wa wahdaniyah siji nyatane
    Qudroh kuwoso irodah kerso
    Muhal ing Gusti apes kapekso

    Kaping songone ilmu artine
    Angudaneni kabeh anane
    Sepuluh hayat urip sejati
    Sewelas sama’ midanget Gusti

    Kaping rolase bashor ningali
    Telulas kalam ngendiko gati
    Allah Qodiron Allah kuwoso
    Allah muridan Allah kang kerso

    Allah ‘aliman kang ngudaneni
    Allah hayyan urip sejati
    Allah sami’an kang miharoso
    Allah bashiron ningali nyoto

    Mutakalliman kang angendiko
    Kang tanpo huruf ugo suworo
    Kang wus tinutur sifat wajibe
    Lamun dibalik dadi muhale

    Wenange Allah iku mung siji
    Agawe mungkin ninggale edi
    Wajibe rosul papat sifate
    Kang dihin sidiq bener dawuhe

    Amanah kapercayan tindake
    Ping telu tabligh anekaake
    Kaping papate fatonah iku
    Limpat cature ora keliru

    Muhale rosul goroh dawuhe
    Cidero lan ngumpet bebel cature
    Wenange rosul yo iku koyo
    Laku lumrahe poro menungso

    Koyo dahar ngunjuk lan sare
    Sade lan tumbas ugo liyane
    Iki aqoid seket tunggale
    Wajib ing siro ngerti maknane

    Supoyo tetep islam imane
    Tutugke ajal mesem atine
    Amin ya Allah Robbal ‘alamin
    Bijahin Nabi sayyidil mursalin

    Syiir Aqoid 50 (Seket) Arab Pegon

    Berikut ini teks arab pegon aqoid 50 (seket):

    ndhom aqoid seket

    Dalil Aqoid

    Berikut ini arti dan penjelasan aqoid seket teks arab, latin dan artinya. Sebelumnya perlu diketahui, sebagaimana keterangan di atas bahwa ilmu tauhid dikelompokan menjadi 2 (dua) yakni Aqidah Ilahiyyah (عقيدة الهية) dan Aqidah Nubuwwiyah (عقيدة نبوية).

    Jumlah aqoid ada 50 karena terdiri dari:

    Sifat wajib bagi Allah Swt. (20)
    Sifat mustahil bagi Allah Swt. (20)
    Sifat jaiz bagi Allah Swt. (1)
    Sifat wajib bagi Rasul Allah Swt. (4)
    Sifat mustahil bagi Rasul Allah Swt. (4)
    Sifat jaiz bagi Rasul Allah Swt. (1)

    20 Sifat wajib Allah

    1. Wujud (وُجُوْد) artinya Ada

    اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ مَا لَكُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا شَفِيعٍ ۚ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ

    Artinya: “Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?.” (QS. As-Sajdah: 4)

    2. Qidam (قِدَ م) artinya Terdahulu

    هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

    Artinya: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Hadid: 3).

    3. Baqa’ (بَقَاء) artinya Kekal

    وَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ ۘ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ ۚ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

    Artinya: “Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya-lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Qashas: 88).

    4. Mukholafatul Lilhawaditsi (مُخَالَفَةُ لِلْحَوَادِثِ) artinya Berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya

    فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجًا ۖ يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ ۚ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

    Artinya: “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.“ (QS. Asy-Syuro: 11)

    5. Qiyamuhu Binafsihi (قِيَامُهُ بِنَفْسِهِ) artinya Berdiri sendiri

    وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

    Artinya: “Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.“ (QS. Al-Ankabut: 6)

    6. Wahdaniyah (وَحْدَانِيَة) artinya Esa/Tunggal

    لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا ۚ فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ

    Artinya: “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.“ (QS. Al Anbiya: 22).

    7. Qudrah (قُدْرَة) artinya Berkuasa

    يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ ۖ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

    Artinya: “Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.“ (QS. Al-Baqarah: 20)

    8. Iradah (اِرَادَة) artinya Berkehendak

    خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ

    Artinya: “…mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (QS. Hud: 107)

    9. Ilmu (عِلْمُ) artinya Mengetahui

    هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

    Artinya: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.“ (QS. Al-Baqarah: 29).

    10. Hayat (حَيَاة) artinya Hidup

    وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ ۚ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا

    Artinya: “Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Furqon: 58)

    11. Sama’(سَمَاع) artinya Mendengar

    قُلْ أَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا ۚ وَاللَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

    Artinya: “Katakanlah: “Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?” Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Maidah: 76)

    12. Bashar (بَصَر) artinya Melihat

    وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

    Artinya: “Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat“. (QS. Al-Baqarah: 265)

    13. Kalam (كَلاَم) artinya Berfirman

    وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ ۚ وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًا

    Artinya: “Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung”. (QS. AnNisa’: 164)

    14. Qadiran (قَدِيْرًا) artinya Berkuasa

    يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ ۖ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

    Artinya: “Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu“. (QS. Al Baqarah: 20).

    15. Muridan (مُرِيْدًا) artinya Berkehendak

    خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ

    Artinya: “…..mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.“ (QS. Hud: 107)

    16. Aliman (عَلِيْمًا) artinya Maha Mengetahui

    يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ ۚ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

    Artinya: “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu“. (QS. An Nisa’: 176)

    17. Hayyan (حَيًّا) artinya yang maha hidup

    وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ ۚ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا

    Artinya: “Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya“. (QS. Al Furqon: 58)

    18. Sami’an (سَمِيْعًا) artinya yang Maha Mendengar

    وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

    Artinya: “Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat“. (QS. Al-Baqarah: 265).

    19. Bashiran (بَصِيْرًا) artinya Maha Melihat

    إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

    Artinya: “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan“. (QS. Al Hujurat: 18)

    20. Mutakalliman (مُتَكَلِّمًا) artinya yang maha Berfirman atau Berkata-kata

    إِنَّ شَرَّ ٱلدَّوَآبِّ عِندَ ٱللَّهِ ٱلصُّمُّ ٱلْبُكْمُ ٱلَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ

    Artinya: “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun.” (QS. Al-Anfal: 22)

    20 Sifat Mustahil Allah

    1. Adam (عَدَ م) artinya tiada.
    2. Huduts (حُدُوْث) artinya baharu.
    3. Fana’ (فَنَاء) artinya binasa.
    4. Mumatsalatu lil hawaditsi (مُمَاثَلَةُ لِلْحَوَادِث) artinya menyerupai makhluknya.
    5. Qiyamuhu bi ghayrihi (اِحتِيَاجُه لِغَيْرِهِ) artinya berdiri dengan yang lain.
    6. T’addud (تَعَدُّد) artinya berbilang-bilang.
    7. Ajzun (عَجْزٌ) artinya lemah.
    8. Karahah (كَرَهٌ) artinya terpaksa.
    9. Jahlun (جَهْلٌ) artinya bodoh.
    10. Mautun (مَوْتٌ) artinya mati.
    11. Shamamun (صَمَمٌ) artinya tuli.
    12. Umyun (عَمىَ) artinya buta.
    13. Bukmun (بَكَمٌ) artinya bisu.
    14. Ajizan (عَاجِزًا) artinya lemah.
    15. Karihan (كَارِهاً) artinya terpaksa.
    16. Jahilan (جَاهِلاً) artinya bodoh.
    17. Mayyitan (مَيْتًا) artinya mati.
    18. Asshama (اَصَمُّ) artinya tuli.
    19. Ama (اَعْمىَ) artinya buta.
    20. Abkama (اَبْكَمُ) artinya bisu.

    1 Sifat mustahil Allah

    Sifat fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu (فِعْلُ كُلِّ مُمْكِنٍ اَو تَرْكُهُ) artinya Allah mungkin mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya.

    4 Sifat Wajib Rasul

    1. Siddiq (صِدق) artinya jujur.
    2. Amanah (اَمَانَة) artinya dapat dipercaya.
    3. Tabligh (تَبْلِيْغ) artinya menyampaikan wahyu.
    4. Fatanah (فَطَانَة) artinya cerdas.

    4 Sifat Mustahil Rasul

    1. Kadzzib (كِذب) artinya berbohong.
    2. Khianat (خِيَانَة) artinya tidak dapat dipercaya.
    3. Khitman (كِتْمَان) artinya menyembunyikan wahyu.
    4. Baladah (بَلاَدَة) artinya bodoh.

    1 Sifat Jaiz Pada Rasul

    A’radhul basyariyah (اَلْأَعْراضُ الْبَشَرِيّةُ) artinya Rasul memiliki sifat yang sama sebagaiman manusia biasa.

    Demikianlah Syiir Aqoid 50 (seket) ilmu tauhid dasar yang perlu diketahui dan dipelajari. []

  • Bacaan Wirid Panembahan, Amalan Zikir Perlindungan dan Pembuka Pintu Rezeki

    Bacaan Wirid Panembahan, Amalan Zikir Perlindungan dan Pembuka Pintu Rezeki

    Wirid Panembahan adalah amalan zikir dan doa yang memberikan perlindungan, membuka pintu rezeki, meningkatkan ilmu pengetahuan, dan membawa ketenangan serta kebahagiaan.

    NAIRALOKA.OR.ID – Wirid Panembahan adalah sebuah amalan zikir dan doa yang memiliki banyak manfaat dan keutamaan.

    Amalan untuk dipraktikkan agar memperoleh berbagai kebaikan dan perlindungan dari Allah.

    Bacaan Wirid Panembahan

    Berikut ini bacaan Wirid Panembahan teks arab, latin dan artinya:

    بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

    Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm

    Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

    اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ ۝٢ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ ۝٣ مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ ۝٤ اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ ۝٥ اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ۝٦ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَࣖ ۝٧

    Al-ḫamdu lillâhi rabbil-‘âlamîn. Ar-raḫmânir-raḫîm. Mâliki yaumid-dîn. Iyyâka na‘budu wa iyyâka nasta‘în. Ihdinash-shirâthal-mustaqîm. Shirâthalladzîna an‘amta ‘alaihim ghairil-maghdlûbi ‘alaihim wa ladl-dlâllîn.

    Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,.  Pemilik hari Pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. Bimbinglah kami ke jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.

    قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِۙ ۝١ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَۙ ۝٢ وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَۙ ۝٣  وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِۙ ۝٤ وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَࣖ ۝٥

    Qul a‘ûdzu birabbil-falaq. Min syarri mâ khalaq. Wa min syarri ghâsiqin idzâ waqab. Wa min syarrin-naffâtsâti fil-‘uqad. Wa min syarri ḫâsidin idzâ ḫasad. Wa min syarri ḫâsidin idzâ ḫasad

    Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku berlindung kepada Tuhan yang (menjaga) fajar (subuh). Dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan,. Dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,. Dari kejahatan perempuan-perempuan (penyihir) yang meniup pada buhul-buhul (talinya),. Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.

    قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِۙ ۝١ مَلِكِ النَّاسِۙ ۝٢ اِلٰهِ النَّاسِۙ ۝٣ مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ ەۙ الْخَنَّاسِۖ ۝٤ الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِۙ ۝٥ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِࣖ ۝٦

    Qul a‘ûdzu birabbin-nâs. Malikin-nâs. Ilâhin-nâs. Min syarril-waswâsil-khannâs. Alladzî yuwaswisu fî shudûrin-nâs. Minal-jinnati wan-nâs

    Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku berlindung kepada Tuhan manusia. Raja manusia,. Sembahan manusia. Dari kejahatan (setan) pembisik yang bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia.

    لَخَلْقُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ ٱلنَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ۝  ٱلَّذِى خَلَقَ سَبْعَ سَمَٰوَٰتٍ طِبَاقًا ۖ مَّا تَرَىٰ فِى خَلْقِ ٱلرَّحْمَٰنِ مِن تَفَٰوُتٍ ۖ فَٱرْجِعِ ٱلْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِن فُطُورٍ ۝ ثُمَّ ٱرْجِعِ ٱلْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنقَلِبْ إِلَيْكَ ٱلْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ

    La kholqu as-samawati wal-ardhi akbaru min kholqin-nasi wa lakinna aktsaron-naasi laa ya’lamun. Allażī khalaqa sab’a samāwātin ṭibāqā, mā tarā fī khalqir-raḥmāni min tafāwut, farji’il-baṣara hal tarā min fuṭụr.  Summarji’il-baṣara karrataini yangqalib ilaikal-baṣaru khāsi`aw wa huwa ḥasīr

    Sungguh, penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?.

    (11x)         يَا حَفِيظُ يَا حَفِيظُ إِفَضْنَا، يَا رَحْمَٰنُ يَا رَحِيمُ اِرْحَمْنَا

    Yā Ḥafīẓu Yā Ḥafīẓu i-fiḍ-nā, Yā Raḥmān Yā Raḥīm ir-ḥam-nā

    Wahai Yang Maha Memelihara, Wahai Yang Maha Memelihara, limpahkanlah kepada kami, wahai Yang Maha Pengasih, wahai Yang Maha Penyayang, kasihilah kami.

    أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ

    Audzu bi kalimaatillahit taammati min kulli syaithonin wa haammatin wa min kulli ;ainin laammatin

    Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari godaan setan, binatang beracung dan dari pengaruh ‘ain yang buruk.

    اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

    Allāhumma ṣalli ‘alā Muḥammadin an-nabiyyi al-ummiyyi wa ‘alā āli Muḥammadin kamā ṣallayta ‘alā Ibrāhīma wa āli Ibrāhīm, wa bārik ‘alā Muḥammadin an-nabiyyi al-ummiyyi kamā bārakta ‘alā Ibrāhīma wa ‘alā āli Ibrāhīm, innaka ḥamīdun majīd.

    Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad, nabi yang ummi, dan kepada keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Dan limpahkanlah keberkahan kepada Nabi Muhammad, nabi yang ummi, sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

    يَا رَبِّ نُطْفَةٌ يَا رَبِّ عَلَقَةٌ يَا رَبِّ مُضْغَةٌ يَا رَبِّ أَذَكَرٌ يَا رَبِّ أُنْثَى يَا رَبِّ شَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ فَمَا الرِّزْقُ فَمَا الْأَجَلُ ۝ هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖۗ وَاِلَيْهِ النُّشُوْرُ ۝  لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ اِنَّهٗ كَانَ غَفَّارًاۙ ۝ يُّرْسِلِ السَّمَاۤءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًاۙ ۝ وَّيُمْدِدْكُمْ بِاَمْوَالٍ وَّبَنِيْنَ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ جَنّٰتٍ وَّيَجْعَلْ لَّكُمْ اَنْهٰرًاۗ ۝ وَوَجَدَكَ عَاۤىِٕلًا فَاَغْنٰىۗ ۝ وَاَنَّهٗ هُوَ اَغْنٰى وَاَقْنٰىۙ ۝وَ اَنَّهٗ هُوَ رَبُّ الشِّعْرٰىۙ

    Yā Rabbī nuṭfatun, yā Rabbī ‘alaqatun, yā Rabbī muḍghatun, yā Rabbī adhakrun, yā Rabbī unthā, yā Rabbī shaqiyyun am sa‘īdun, famā ar-rizqu famā al-ajal. Huwalladzî ja‘ala lakumul-ardla dzalûlan famsyû fî manâkibihâ wa kulû mir rizqih, wa ilaihin-nusyûr. La’in syakartum la’azîdannakum wa la’ing kafartum inna ‘adzâbî lasyadîd. Astaghfirû rabbakum innahû kâna ghaffârâ. yursilis-samâ’a ‘alaikum midrârâ. Wa yumdidkum bi’amwâliw wa banîna wa yaj‘al lakum jannâtiw wa yaj‘al lakum an-hârâ. Wa wajadaka ‘â’ilan fa aghnâ. Wa annahû huwa aghnâ wa aqnâ.  Wa annahû huwa rabbusy-syi‘râ.

    Wahai Rabb, sekarang baru sperma, wahai Rabb, segumpal darah, wahai Rabb (sekarang jadi) segumpal daging. Maka bila Allah menghendaki menciptakan janin itu, malaikat itu berkata; “Wahai Rabb, laki-laki, wahai Rabb (atau) perempuan, Wahai Rabb sengsara atau bahagia, bagaimana rezekinya, kapan ajalnya. Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu dalam keadaan mudah dimanfaatkan. Maka, jelajahilah segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Hanya kepada-Nya kamu (kembali setelah) dibangkitkan. Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras. Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun. (Jika kamu memohon ampun,) niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu,. Memperbanyak harta dan anak-anakmu, serta mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu. Dan mendapatimu sebagai seorang yang fakir, lalu Dia memberimu kecukupan?. Bahwa sesungguhnya Dialah yang menganugerahkan kekayaan dan kecukupan. Bahwa sesungguhnya Dialah Tuhan (yang memiliki) bintang Syi‘ra.

    (11x)         يَا رَزَّاقُ  يَا فَتَّاحُ

    Yā Razzāqu, Yā Fattāḥu

    Wahai Yang Maha Pemberi Rezeki, Wahai Yang Maha Pembuka (Segala Rahmat dan Kebaikan).

    اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

    Allahumma innii as-aluka ‘ilman naafi’a, wa rizqon thoyyibaa, wa ‘amalan mutaqobbalaa.

    Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang lain), rizki yang halal dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik).

    اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

    Allāhumma ṣalli ‘alā Muḥammadin an-nabiyyi al-ummiyyi wa ‘alā āli Muḥammadin kamā ṣallayta ‘alā Ibrāhīma wa āli Ibrāhīm, wa bārik ‘alā Muḥammadin an-nabiyyi al-ummiyyi kamā bārakta ‘alā Ibrāhīma wa ‘alā āli Ibrāhīm, innaka ḥamīdun majīd.

    Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad, nabi yang ummi, dan kepada keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Dan limpahkanlah keberkahan kepada Nabi Muhammad, nabi yang ummi, sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

    شَهِدَ اللّٰهُ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۙ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ وَاُولُوا الْعِلْمِ قَاۤىِٕمًا ۢ بِالْقِسْطِۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ۝ اَفَلَمْ يَهْدِ لَهُمْ كَمْ اَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِّنَ الْقُرُوْنِ يَمْشُوْنَ فِيْ مَسٰكِنِهِمْۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى النُّهٰىࣖ ۝ وَاللّٰهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَعِبْرَةً لِّاُولِى الْاَبْصَارِ ۝ اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ ۝ يُّؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَاۤءُۚ وَمَنْ يُّؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًاۗ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ

    Syahidallâhu annahû lâ ilâha illâ huwa wal-malâ’ikatu wa ulul-‘ilmi qâ’imam bil-qisth, lâ ilâha illâ huwal-‘azîzul-ḫakîm. A fa lam yahdi lahum kam ahlaknâ qablahum minal-qurûni yamsyûna fî masâkinihim, inna fî dzâlika la’âyâtil li’ulin-nuhâ. Wallâhu yu’ayyidu binashrihî may yasyâ’, inna fî dzâlika la‘ibratal li’ulil-abshâr. inna fî khalqis-samâwâti wal-ardli wakhtilâfil-laili wan-nahâri la’âyâtil li’ulil-albâb. Yu’til-ḫikmata may yasyâ’, wa may yu’tal-ḫikmata fa qad ûtiya khairang katsîrâ, wa mâ yadzdzakkaru illâ ulul-albâb

    Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia, (Allah) yang menegakkan keadilan. (Demikian pula) para malaikat dan orang berilmu. Tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (orang-orang musyrik) tentang berapa banyak generasi sebelum mereka yang telah Kami binasakan, (padahal) mereka melewati (bekas-bekas) tempat tinggal mereka (generasi itu)? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal. Allah menguatkan siapa yang Dia kehendaki dengan pertolongan-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (mata hati). Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. Dia (Allah) menganugerahkan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Siapa yang dianugerahi hikmah, sungguh dia telah dianugerahi kebaikan yang banyak. Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran (darinya), kecuali ululalbab.

    (11x)         يَا سَمِيعُ يَا بَصِيرُ

    Yā Samī’u Yā Baṣīr

    Wahai Yang Maha Mendengar, Wahai Yang Maha Melihat.

    اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ

    Allahumma inni a’udzu bika min ‘ilmin la yanfa’u, wa min qalbin la yakhsha’u, wa min nafsin la tashba’u, wa min du’a’in la yusma’u.

    Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak merasa puas, dan dari doa yang tidak didengar (tidak dikabulkan).

    اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

    Allāhumma ṣalli ‘alā Muḥammadin an-nabiyyi al-ummiyyi wa ‘alā āli Muḥammadin kamā ṣallayta ‘alā Ibrāhīma wa āli Ibrāhīm, wa bārik ‘alā Muḥammadin an-nabiyyi al-ummiyyi kamā bārakta ‘alā Ibrāhīma wa ‘alā āli Ibrāhīm, innaka ḥamīdun majīd.

    Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad, nabi yang ummi, dan kepada keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Dan limpahkanlah keberkahan kepada Nabi Muhammad, nabi yang ummi, sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

    اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ۝ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ ۝ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ ۝  إِنَّ لِلَّهِ مِائَةَ رَحْمَةٍ أَنْزَلَ مِنْهَا رَحْمَةً وَاحِدَةً بَيْنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ وَالْبَهَائِمِ وَالْهَوَامِّ فَبِهَا يَتَعَاطَفُونَ وَبِهَا يَتَرَاحَمُونَ وَبِهَا تَعْطِفُ الْوَحْشُ عَلَى وَلَدِهَا وَأَخَّرَ اللَّهُ تِسْعًا وَتِسْعِينَ رَحْمَةً يَرْحَمُ بِهَا عِبَادَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

    Innallâha wa malâ’ikatahû yushallûna ‘alan-nabiyy, yâ ayyuhalladzîna âmanû shallû ‘alaihi wa sallimû taslîmâ. Allahumma shollii wa sallim ‘alaa nabiyyinaa Muhammad. Bi-faḍlillāhi wa bi-raḥmatihi fa-bi-dzālika fal-yafraḥū, huwa khayrun mimmā yajmaʿūn. Inna lillāhi mi’ata raḥmah, anzala minhā raḥmatan wāḥidatan baina al-jinni wal-insi wal-bahā’imi wal-hawāmmi, fa bihā yata’āṭafūna, wa bihā yatarāḥamūna, wa bihā ta’ṭifu al-waḥshu ‘alā waladihā, wa akhkharallāhu tis’an wa tis’īna raḥmatan yarḥamu bihā ‘ibādahu yauma al-qiyāmah.

    Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya. Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad. Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya itu, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan. Sesungguhnya Allah memiliki seratus rahmat. Dari seratus rahmat tersebut, hanya satu yang di turunkan Allah kepada jin, manusia, hewan jinak dan buas. Dengan rahmat tersebut mereka saling mengasihi dan menyayangi, dan dengan rahmat itu pula binatang buas dapat menyayangi anaknya. Adapun Sembilan puluh sembilan rahmat Allah yang lain, maka hal itu ditangguhkan Allah. Karena Allah hanya akan memberikannya kepada para hamba-Nya yang shalih pada hari kiamat kelak.

    اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَاذَ بِهِ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ

     اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَأَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ كُلَّ قَضَاءٍ قَضَيْتَهُ لِي خَيْرًا

     Allahumma inni as’aluka min khairi ma sa’alaka ‘abduka wa nabiyyuka wa a‘udzu bika min sharri ma ‘adza bihi ‘abduka wa nabiyyuka.

    Allahumma inni as’aluka al-jannata wa ma qarraba ilaiha min qawlin aw ‘amalin, wa a‘udzu bika min an-nari wa ma qarraba ilaiha min qawlin aw ‘amalin. Wa as’aluka an taj‘ala kulla qadha’in qadhaytahu li khayra.

    Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikan yang pernah dimohon oleh hamba dan nabi-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang pernah dimintakan perlindungan darinya oleh hamba dan nabi-Mu. Ya Allah, aku memohon surga dan apa yang mendekatkan kepadanya, baik dari perkataan maupun perbuatan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa yang mendekatkan kepadanya, baik dari perkataan maupun perbuatan. Dan aku memohon agar Engkau menjadikan setiap takdir yang Engkau tetapkan untukku sebagai kebaikan.

    يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ ۝ ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةًۚ ۝  فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ ۝وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْࣖ

    Yâ ayyatuhan-nafsul-muthma’innah. Irji‘î ilâ rabbiki râdliyatam mardliyyah. Fadkhulî fî ‘ibâdî. Wadkhulî jannatî

    Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai. Lalu, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.

    اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

    Al-ḫamdu lillâhi rabbil-‘âlamîn.

    Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

    * * *

    Keutamaan dan Manfaat Wirid Penambahan

    Adapun keutamaan dan manfaat Wirid Panembahan diantaranya:

    1.  Perlindungan dari Bahaya

    Salah satu manfaat utama dari Wirid Panembahan adalah memberikan perlindungan dari berbagai bahaya. Ini termasuk perlindungan dari penyakit ain, sihir, dan bahaya lainnya.

    Amalan ini dipercaya bisa menjaga diri dari gangguan-gangguan yang tidak diinginkan. Selain sebagai pelindung juga sebagai obat atau pengobatan dari penyakit tersebut.

    2. Pembuka Pintu Rezeki

    Wirid Panembahan merupakan amalan pembuka pintu rezeki yang membuka pintu rezeki. Adapun pintu-pintu tersebut meliputi, rezeki yang dijamin oleh Allah yakni rezeki yang sudah menjadi takdir dan dijamin oleh Allah.

    Juga rezeki dari usaha sehari-hari. Melaui amalan ini keutamaanya yakni diberikan keberkahan dalam usaha dan pekerjaan yang dilakukan. Selanjutnya, anjuran untuk sedekah dan beristighfar agar dibukakan pintu rezeki dari segala arah dan dari arah yang tidak terduka.

    Melalui amalan Hizib atau wirid panembahan, para pengamalan hendaknya untuk senantiasa berdoa dan bertawakal untuk memudahkan dibukakan pintu riezeki. Selain itu juga anjuran untuk menikah dan menjaga keluarga.

    Dan untuk senantiasa sabar dalam menghadapi cobaan maupun ujian agar rezeki datang karena buah dari kesabaran dalam menghadapi berbagai ujian hidup.

    3. Peningkatan Ilmu Pengetahuan

    Amalan ini juga dipercaya dapat membuka jalan untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Ini dapat membantu dalam meningkatkan kecerdasan anak, kepintaran dan diberikan pengetahuan yang berguna bagi kehidupan sehari-hari.

    4. Ketenangan Hati dan Kebahagiaan 

    Dengan rutin mengamalkan Hizib Panembahan, seseorang bisa merasakan ketenangan hati dan jiwa. Selain itu, amalan ini dapat membawa kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat, sebagai berkah dari rahmat Allah.

    Cara Mengamalkan Wirid Panembahan

    Mengamalkan Wirid Panembahan bisa dilakukan dengan rutin membaca zikir dan doa ini sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Namun siapa saja diperbolehkan mengamalkan sesuai keyakinan masing-masing.

    Amalan ini dilakukan setiap hari pada waktu-waktu tertentu, seperti setelah selesai menjalankan shalat. Akan tetapi dianjurkan untuk mengamalkannya sebagai zikir pagi, akan lebih baik juga waktu pagi dan sore (malam hari).

    Dengan niat yang tulus dan kesungguhan dalam berdoa, Wirid Panembahan dapat menjadi sarana yang efektif untuk mendapatkan berbagai manfaat yang telah disebutkan.

    Laman: 1 2

  • 4 Ayat Penghancur Sihir, Doa dan Amalan Mengobati Sakit Ain

    4 Ayat Penghancur Sihir, Doa dan Amalan Mengobati Sakit Ain

    Empat ayat penghancur sihir dan guna-guna serta doa dan amalan mengobati sakit ‘ain adalah bagian penting dari perlindungan diri

    NAIRALOKA.OR.ID – Ada dua jenis penyakit yang memiliki kesamaan, namun memili cara kerja yang dampak yang berbeda yakni sihir dan penyakit ‘ain. Berikut ini akan dijelaskan 4 ayat penghancur sihir, doa dan amalan untuk mengobati penyakit ain.

    Sebelumnya perlu diketahui, bahwasanya penyakit ain berasal dari pandangan mata yang penuh iri hati, hasad, atau kekaguman yang berlebihan tanpa menyebut nama Allah.

    Pengaruh ain bisa terjadi tanpa disengaja, hanya karena seseorang memandang orang lain dengan pandangan yang iri atau terlalu kagum tanpa mengucapkan doa seperti “Masha Allah.”

    Sedangkan taanda-tanda penyakit ain bisa berupa gangguan fisik atau mental yang tiba-tiba tanpa sebab yang jelas, seperti rasa lelah, sakit, kecemasan, atau gangguan tidur.

    Tanda-tanda ini sering kali muncul setelah seseorang mendapatkan pujian atau dilihat dengan pandangan iri tanpa ucapan doa.

    Sedangkan sihir adalah tindakan yang disengaja dan melibatkan interaksi dengan kekuatan jahat, jin, atau iblis.

    Sihir dilakukan oleh seorang penyihir atau dukun dengan tujuan tertentu, seperti mencelakai, mengendalikan, atau merusak kehidupan seseorang. Sihir memerlukan ritual, mantra, atau jampi-jampi yang berkaitan dengan praktik-praktik mistis.

    4 Ayat Penghancur Sihir dan Guna-Guna

    Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, sebagai petunjuk bagi umat manusia. Oleh karena itu Al-Quran juga sebagai obat, sebagaimana firman Allah Swt dalam surah Al-Isra’ ayat 82:

    وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْاٰنِ مَا هُوَ شِفَاۤءٌ وَّرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَۙ وَلَا يَزِيْدُ الظّٰلِمِيْنَ اِلَّا خَسَارًا

    Artinya: “Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin, sedangkan bagi orang-orang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.” (QS. Al-Isra’: 82)

    Berikut ini 4 ayat penghancur sihir dan guna-guna serta amalan agar mengobati sakit ain, sebagaimana dikutip dari kitab Fathul Mulk al-Majid al-Mu`allaf li Naf’il ‘Abid wa Qam’i Kulli Jabbarin ‘Anid karya Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir. Kitab ini juga dikenal sebagai kitab mujorabat.

    1. Surah Al-Mu’min ayat 57

    لَخَلْقُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ ٱلنَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

    Lakhalqus-samāwāti wal-arḍi akbaru min khalqin-nāsi wa lākinna akṡaran-nāsi lā ya’lamụn

    Artinya: “Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Al-Mu’min: 57)

    Selengkapnya baca:

    Doa Penghancur Sihir

  • Rajah Pelindung Diri, Al Asykal As Sab’ah

    Rajah Pelindung Diri, Al Asykal As Sab’ah

    Al Asykal As Sab’ah adalah sekumpulan huruf yang terdiri dari tujuh lambang, sebagai rajah pelindung diri

    NAIRALOKA.OR.ID – Rajah pelindung diri merupakan entitas yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan dan tradisi masyarakat sejak zaman dahulu.

    Dalam konteks budaya dan kepercayaan, jimat atau rajah pelindung diri dianggap memiliki kekuatan gaib.

    Mereka percaya jimat bekerja sebagai pelindung atau penarik keberuntungan, membantu dalam berbagai aspek kehidupan seperti kesehatan, cinta, dan rezeki.

    Pengertian Rajah atau Jimat

    Rajah adalah rangkaian aksara atau gambar tertentu yang dipercayai mempunyai kekuatan magis. Rajah sering kali ditulis atau digambar pada media seperti kain, kertas, atau logam, dan disertai dengan mantra atau doa-doa khusus.

    Jimat ini umumnya berisi simbol-simbol atau mantera-mantera yang dianggap memiliki kekuatan supranatural.

    Penggunaan rajah ini sering kali dimaksudkan sebagai rajah pelindung diri, yaitu untuk melindungi pemiliknya dari ancaman roh jahat, bahaya fisik, kejahatan atau nasib buruk.

    Rajah juga digunakan untuk tujuan lain seperti penglaris usaha, menemukan jodoh, atau memperkuat hubungan rumah tangga.

    Kepercayaan terhadap jimat dan rajah tidak hanya terbatas pada masa lalu tetapi masih bertahan hingga zaman modern saat ini.

    Meskipun pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi semakin dominan, banyak orang yang tetap memercayai keberadaan kekuatan gaib dari jimat dan rajah. Hal ini mencerminkan bagaimana tradisi dan kepercayaan lama masih menempati tempat penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

    Ragam Manfaat Jimat dan Rajah

    Jimat dan rajah pelindung diri telah lama menjadi bagian penting dari tradisi dan kepercayaan masyarakat.

    Setiap jenis jimat atau rajah biasanya dibuat dan digunakan untuk tujuan tertentu yang bervariasi tergantung kebutuhan pemakainya. Selain sebagai rajah pelindung diri, jimat ini juga bisa melayani berbagai fungsi lainnya.

    Salah satu penggunaan paling umum adalah sebagai perlindungan selama berpergian. Banyak orang percaya bahwa jimat atau rajah dapat melindungi mereka dari bahaya, kecelakaan, dan musibah tidak terduga yang mungkin terjadi dalam perjalanan.

    Beberapa jimat dirancang khusus untuk menghindari musibah atau kecelakaan, sementara yang lain diyakini dapat menjaga harta benda dari pencurian atau kehilangan.

    Tidak hanya itu, jimat juga sering digunakan untuk mengusir gangguan jin atau makhluk gaib. Masyarakat yang mempercayai keberadaan jin dan makhluk halus lainnya kerap kali menggunakan jimat tertentu untuk menjaga rumah atau tempat usaha mereka bebas dari gangguan-gangguan tersebut.

    Selain fungsi pelindung, terdapat pula jimat yang bertujuan untuk membantu dalam aspek kesehatan dan pengobatan.

    Beberapa masyarakat tradisional percaya bahwa jimat yang ditempatkan di tubuh atau dibawa ke mana-mana dapat menyembuhkan penyakit atau mencegah datangnya penyakit baru. Penggunaan ini kerap dikombinasikan dengan upaya-upaya medis tradisional atau modern.

    Di bidang ekonomi, jimat yang membantu melariskan dagangan juga cukup populer. Pedagang menggunakan jimat ini untuk menarik lebih banyak pelanggan dan meningkatkan penjualan.

    Tidak hanya itu, terdapat pula jimat-jimat yang dipercaya dapat membantu dalam urusan asmara seperti mendatangkan jodoh atau meningkatkan daya tarik pribadi, yang dikenal sebagai jimat pengasihan.

    Tradisi penggunaan jimat dan rajah ini masih bertahan hingga hari ini. Banyak masyarakat Indonesia yang masih mempercayai dan menggunakan berbagai jenis jimat atau rajah untuk berbagai keperluan.

    Rajah Pelindung Diri: Al Asykal As Sab’ah atau Khotam Sulaiman

    Rajah pelindung diri dengan menggunakan Al Asykal As Sab’ah. Al Asykal As Sab’ah artinya tujuh lambang. Rajah ini artinya tujuh lambang yang merupakan ismullah al’azham atau nama Allah Swt yang agung.

    Jadi rajah pelindungan diri Al Asykal As Sab’ah adalah sekumpulan huruf yang terdiri dari tujuh lambang yang memberntuk semacam jimat. Memiliki manfaat untuk perlindungan diri yang juga disebut Khotam Sulaiman.

    Adapun rajah perlindung diri yakni Al Asykal As Sab’ah dikutip dari Kitab Mujarobat karya Syekh Ahmad Dairobi Al Kabir yang diterjemahkan dari kitab Fathul Mulk al Majid al Muallaf li naf’il ‘Abid wa Qam Kulli Jabbarin ‘Anid, bahwasanya Ibnu Abbas ra menjelaskan bahwa Al-Asykal As-Sab’ah meruapak ismullah al-a’zham (nama Allah yang Agung).

    Adapun tujuh lambang Al Asykal As Sab’ah yakni:

    tujuh lambang tuhan
    Tujuh lambang
    
tujuh lambang perlindungan
    Tujuh lambang perlindungan

    Manfaat Rajah Pelindung Diri Al Asykal As Sab’ah

    Sedangkan faedah atau manfaat lain sebagaimana keterangan dari Dzun Nun Al Mishri yang mengatakan:

    Aku mencobanya untuk tiga faedah dan aku mendapatinya sebagai suatu yang lebih mematikan dari pedang. Tidaklah aku naik perahu dengan membawanya, kecuali perahu itu akan karam, tidaklah aku membawanya masuk rumah, kecuali akan terbakar, dan tidaklah diletakkan pada harta benda, kecuali pasti akan dicuri.

    Mengenai hal ini, Ibnu Waraq berkata, “Karena itu, seyogiyanya untuk menulis Al Asykal As Sab’ah disertai tulisan berikut ini agar bisa menjadi pelindung bagi harta benda dan keselamatan diri.”

    Adapaun teks tulisan tersebut berikut ini:

    doa Al Askal As Sabah
    Doa Al Askal As Sabah

    Artinya: “Wahai Dzat yang Maha Menjaga dan tidak pernah lupa, wahai Dzat yang nikmat-Nya tiada terhitung, wahai Dzat yang memiliki Asmaul Husna, jagalah sesuatu ini, seperti penjagaan-Mu pada adz-Dzikr (Al-Quran), sesungguhnya Engkau telah berfirman di dalam Kitab-Mu yang mulia, yang diturunkan pada Nabi-Mu utusan-Mu, ‘Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Quran) dan pasti Kami pula yang menjaganya.”

    Jadi manfaat dari rajah Al Asykal As Sab’ah yakni untuk perlindungan diri. Selain itu rajah ini bisa menjadi senjata yang ampuh untuk menghancurkan jika tidak dituliskan teks tersebut.

    Sementara, Ali bin Abi Thalib berkata dalam syair tentang Al Asykal As Sab’ah , adapun syair tersebut yakni:

    syair rajah ali bin abi thalib
    Syair rajah ali bin abi thalib

    Tiga tongkat dibariskan setelah gambar bintang
    Di atasnya terdapat semacam tombak yang melengkung

    Dan terdapat Mim terhapus (tidak berlubang tengahnya)
    dan berpisah kemudian semacam gambar tangga
    yang di dalamnya terdapat dua garis
    gambar keempat seperti jari-jari yang berjajar tanpa pergelangan
    yang mengisyaratkan kepada berbagai macam kebaikan

    Kemudian hurug Ha’ separuh dan huru Wawu yang melengkung
    Laksana tabung milik tukang bekam
    Maka inilah yang dimaksud isim yang diagungkan derajatnya
    Maka apabila engkau tidak mengetahui perihal isim tersebut
    sebelumnya maka ketahuilah

    Wahai orang yang membawa al-Ismul A’zham
    Cukupkanlah aku dengannya
    Sungguh engkau akan selamat dari marabahaya.

    Hukum mempercayai atau meyakini rajah, para ulama menentang penggunaan jimat dan rajah pelindung diri, oleh karena mempercayai benda mati yang memiliki kekuatan dapat dikategorikan sebagai bentuk kemusyrikan, yang bertentangan dengan prinsip tauhid dalam Islam.

    Sesungguhnya hanya kepada Allah-lah seseorang seharusnya memohon perlindungan dan keberkahan, bukan pada objek-objek fisik seperti jimat atau rajah. Namun rajah hanya sebagai jalan atau upaya seorang hamba lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Wallahu a’lam bishawab. []

  • Doa dan Munajat Ibnu Athaillah dalam Kitab Al-Hikam

    Doa dan Munajat Ibnu Athaillah dalam Kitab Al-Hikam

    Munajat Ibnu Athaillah adalah doa permohonan Syekh Ibnu Athaillah As-Sakandari atas selesainya penyusunan Kitab Al-Hikam.

    NAIRALOKA.OR.ID – Munajat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya doa sepenuh hati kepada Tuhan untuk mengharapkan keridaan, ampunan, bantuan, hidayat, dan sebagainya. Sedangkan Munajat Ibnu Athaillah yang dijelaskan di bawah ini adalah doa ketika beliau yakni Syekh Ibnu Athaillah As-Sakandari menyelesaikan penulisan Kitab Al-Hikam.

    Sebelumnya perlu diketahui bahwa Kitab Al-Hikam merupakan kitab monumental karya Syekh Ibnu Athaillah As-Sakandari salah seorang ulama Tarekat Syadziliyah.

    Kitab ini dikaji tidak hanya oleh kalangan pengikut tarekat, pondok pesantren tapi juga dikaji di akademisi maupun masyarakat pada lingkar jamaah.

    Sedagkan munajat adalah ungkapan permohonann seorang hamba kepada Allah Swt, selain itu juga sebagai bentuk penghambaan.

    Sebagai penghambaan karena doa itu mampu melahirkan kehinaan dan kerendahan. Sesungguhnya seorang hamba atau orang-orang yang beriman adalah orang yang rendah dan bentuk ketundukan kepada Allah Swt.

    Adapun dalil perintah doa yakni sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surah Al-Ghafir ayat 60 :

    وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

    Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Ghafir: 60)

    Melalui munajat cinta inilah sebagai upaya mengungkapkan rasa ketidakmampuan dan seorang hamba butuh akan Allah Swt. Selain itu juga pengakuan hamba kepada Allah Swt.

    Munajat Ibnu Athaillah adalah doa permohonan Syekh Ibnu Athaillah As-Sakandari atas selesainya penyusunan Kitab Al-Hikam.

    Hal ini tentu upaya agar kitab Al-Hikam dapat sebagai petunjuk (al-huda) dan menjadi media pembimbing (al-rusydu).

    Munajat Ibnu Athaillah dalam Kitab Al-Hikam

    Adapun munajat Ibnu Athaillah dan merupakan doa pamungkas dalam kitab Al-Hikam berikut iniL

    الهى اناالفقير فى غناي فكيف لا اكون فقيرا فى فقرى

    Artinya: “Tuhanku, akulah hamba yang fakir (miskin) di dalam kekayaanku ini, maka bagaiman tidak akan merasakan kefakiran dalam kefakiranku, (yakni meskipun aku ada memiliki sesuatu apapun, namun tetap tidak berubah bahwa aku selalu miskin butuh berhajat kepadaMu ya Allah, lebih-lebih dalam keadaan yang memang nyata miskin dan fakir).”

    الهى انا الجاهل فى علمى فكيف لا اكون جهولا فى جهلى.

    Artinya: “Tuhanku, akulah hamba yang bodoh dalam ilmu pengetahuanku ini, maka bagaimana takkan lebih bodoh lagi dalam hal-hal yang aku masih bodoh tidak mengetahuinya.”

    Sahl bin Abdullah berkata: Tiada seorang hamba yang menyatakan, mengakui kefakira, kemiskinannya di sisi Allah ketika ia berdoa, melainkan Allah berkata kepada para Malaikatnya : Andaikan tidak karena ia tidak sanggup menerima langsung firmanKu, niscaya Aku (Allah) langsung menjawab labbaika, kepadanya.

    Selain itu inilah doa dan Munajat Ibnu Athaillah :

    الهى ان اختلاف تدبيرك وسرعة حلول مقاديرك منعا عبادك العارفين بك عن السكون الى عطاء واليأس منك فى بلاء.

    Artinya: “Tuhanku, sesungguhnya dalam perubahan-perubahan aturanMu, dan cepat tibanya takdirmu, kedua-duanya ini telah menahan para hambaMu yang arif untuk tenang pada pemberian atau patah harapan daripadaMu, karena bala’ ujian. Yakni orang-orang arif tidak pernah merasa tenang, senang jika mendapat pemberian karunia apa saja dari Allah, sebab mereka yakin bahwa semua itu akan hilang lenyap dan tidak akan kekal, demikian bila menderita bala’ ujian, walau bagaimanapun beratnya mereka tidak patah harapan dari rahmat karunia Allah yang akan menggantikan suasana itu dengan sebaliknya.

    الهى عميت عين لا تراك عليها رقيبا وخسرت صفقة عبد لم تجعل له من حبك نصيبا.

    Artinya: “Tuhanku, sungguh buta yang tidak dapat melihat pengawasan-Mu terhadap diriku. Dan sungguh rugi dagangan seorang hamba yang tidak mendapat bagian dari rasa cinta kepada-Mu.”

    الهى امرت بالرجوع الى الآثار فارجعنى اليها بكسوت الانوار وهداية الاستبصار حتى ارجع اليك منها كما دخلت اليك منها مصون السر عن النظر اليها ومرفوع الهمة عن الاعتماد اليها انك على كل شئ قدير.

    Artinya: “Tuhanku, Engkau menyuruh aku memperhatikan alam benda ini, karena itu kembalikanlah aku kepadanya dengan diliputi oleh selubung cahaya, dan petunjuk matahari, sehingga aku dapat kembali kepadaMu dari alam ini, sebagaimana ketika masuk ke dalamnya, terpelihara hatiku (perasaanku) dari gangguannya, merasa hati enggan bersandar kepadanya, sungguh Engkau atas segala sesuatu maha kuasa.”

    الهى ما الطفك بى مع عظيم جهلى وما ارحمك بى مع قبيح فعلى.

    Artinya: “Tuhanku alangkah besar lunak-Mu terhadap diriku padahal sangat dunguku, dan alangkah besarNya rahmat-Mu kepadaku, di samping sangat jelek (buruk)nya perbuatanku.”

    الهى كم من طاعة بنيتها وحالة شيدتها هدم اعتمادى عليها عدلك بل اقالنى منها فضلك.

    Artinya: “Tuhanku, berapa banyak taat yang telah aku lakukan, keadaan yang telah saya perbaiki, tiba-tiba harapanku kepadanya digagalkan oleh keadilanMu, bahkan aku telah di geserkan oleh karunia-Mu daripada bergantung nasib kepada amal perbuatan lahir batin itu.”

    Demikianlah doa dan munajat Ibnu Athaillah saat setelah menyelesaikan penulisan atau penyusunan Kitab Al-Hikam.

    Semoga kitab tersebut menjadi petunjuk sebagaimana arti kata hikam yakni bijaksana. Begitupun kita termasuk golongan orang-orang yang bisa bersikap bijak. Amin. []

  • Teks Hizib Jausyan Al-Kabir Lengkap, Keutamaan dan Cara Mengamalkan

    Teks Hizib Jausyan Al-Kabir Lengkap, Keutamaan dan Cara Mengamalkan

    Secara harfiah, “Hizib Jausyan ” berarti “penjaga benteng”, yang mengisyaratkan makna perlindungan dan penjagaan.

    NAIRALOKA.OR.ID – Hizib Jausyan atau Wirid Hirzul Jausyan adalah salah satu amalan spiritual yang populer di kalangan masyarakat Muslim, terutama di kalangan santri.

    Dalam praktiknya, terdapat dua jenis Hizib Jausyan yang dikenal, yaitu Hirzul Jausyan al-Kabir dan Hirzul Jausyan al-Shagir.

    Meskipun keduanya memiliki tujuan yang serupa, yakni memperkuat benteng spiritual seseorang, fokus utama pada artikel ini adalah Hizib Jausyan al-Kabir.

    Jenis ini umumnya lebih banyak diamalkan dan dibaca oleh masyarakat luas, termasuk kalangan santri di pesantren.

    Pengertian dan Makna Hizib Jausyan

    Secara harfiah, “Hizib Jausyan ” berarti “penjaga benteng”, yang mengisyaratkan makna perlindungan dan penjagaan.

    Wirid ini diyakini memiliki fungsi utama sebagai pelindung bagi para pengamalnya, membantu mereka terhindar dari berbagai hal buruk baik yang bersifat fisik maupun non-fisik.

    Hizib Jausyan al-Kabir terdiri dari rangkaian doa dan ayat-ayat Al-Qur’an yang diberi penekanan khusus dalam berbagai tradisi tasawuf.

    Keutamaan Hirzul Jausyan al-Kabir

    Amalan ini melibatkan pembacaan wirid tertentu yang bertujuan untuk memohon perlindungan Allah Swt terhadap berbagai bentuk gangguan dan bahaya.

    Dengan demikian, hizib ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana spiritual tetapi juga sebagai bentuk upaya nyata dalam menjaga diri dari mara bahaya.

    Melalui pengamalan Hizib Jausyan al-Kabir, para individu diharapkan mampu membentuk ikatan batin yang kuat dengan Tuhan, yang selanjutnya akan menjaga mereka dari pengaruh negatif yang mungkin muncul baik dari lingkungan sekitar maupun dari dalam diri sendiri.

    Oleh karenanya, hizib ini bukan hanya sekedar serangkaian kata atau doa, melainkan suatu bentuk manifestasi dari keyakinan dan usaha seseorang dalam mencari lindungan ilahi.

    Allah Swt berfirman dalam surah Ali Imran ayat 160:

    إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ ۖ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ ۗ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

    Artinya: “Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.” (QS. Ali Imran: 160).

    Bacaan Lengkap Hizib Jausyan

    Berikut ini bacaan lengkap Hizib Jausyan al-Kabir:

    Struktur dan Tata Cara Mengamalkan

    Hizib Jausyan adalah salah satu wirid yang memiliki keunikan dalam strukturnya, terdiri dari 1001 nama-nama Allah Swt yang terangkai secara khusus.

    Setiap bagian dari hizib ini dijeda dengan doa ‘khallisna min an-nar ya rabb,’ yang berarti ‘bebaskan kami dari api neraka, ya Tuhan.

    Doa ini diulang-ulang sebagai pengingat akan permohonan kita kepada Allah Swt untuk mendapatkan perlindungan dan rahmat-Nya.

    Sebelum memulai membaca Hizib Jausyan al-Kabir, sangat penting untuk mengikuti tata cara yang telah ditetapkan oleh para ulama dan orang yang mengijazahkan wirid ini.

    Panduan dari KH. Mahrus Aly yang menekankan pentingnya kebersihan hati dan niat sebelum memulai hizib ini. Dengan niat yang tulus dan hati yang bersih, diharapkan pembaca akan lebih mudah merasakan manfaat spiritual dari wirid ini.

    Untuk memulai mengamalkan hizib, disarankan agar pembaca melakukan wudhu, menemukan tempat yang tenang, dan memulai dengan bacaan basmalah (Bismillahirrahmanirrahim).

    Struktur Hizib Jausyan yang terdiri dari 1001 nama Allah Swt harus dibaca dengan tartil, yakni dengan pelan-pelan dan penuh penghayatan atau perenungan.

    Setiap kali menjumpai doa ‘khallisna min an-nar ya rabb,’ hendaknya diucapkan dengan sungguh-sungguh dan penuh harap kepada Allah Swt.

    Frekuensi dan durasi pembacaan hizib ini juga telah direkomendasikan oleh para ulama. KH. Mahrus Aly menyarankan agar Hizib Jausyan al-Kabir dibaca setidaknya satu kali sehari untuk mendapatkan manfaat yang maksimal.

    Dengan membaca wirid ini secara rutin, diharapkan individu akan mendapatkan ketenangan jiwa, perlindungan dari hal-hal buruk, dan keberkahan dalam kehidupan sehari-hari.

    Dalam praktiknya, sangat dianjurkan untuk senantiasa berpegang pada bimbingan mujiz atau orang yang mengijazahkan wirid ini.

    Tentu akan memberikan panduan yang lebih spesifik sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan individu yang ingin mengamalkan Hirzul Jausyan al-Kabir.

    Dengan demikian, hizib ini bisa dibaca dengan benar sesuai tuntunan, sehingga manfaat spiritualnya dapat dirasakan dengan nyata.

    Faedah Hizib Jausyan

    Hizib Jausyan al-Kabir merupakan salah satu amalan yang sangat dihormati dalam tradisi pesantren atau spiritual islam.

    Para pengikutnya meyakini berbagai faedah yang bisa didapatkan dari mengamalkan hizib ini secara konsisten. Berdasarkan syarah Hirzul Jausyan, terdapat banyak manfaat yang mencakup berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi.

    Salah satu faedah utama dari Hizib Jausyan al-Kabir adalah sebagai penyembuhan dari berbagai penyakit fisik maupun batin.

    Pengamal wirid ini sering menyebutkan pengalaman penyembuhan dari penyakit-penyakit yang sulit diobati dengan cara medis konvensional.

    Selain itu, hizib ini juga dikenal efektif dalam mengusir rasa sedih dan gelisah. Bagi mereka yang mengalami tekanan mental atau emosional, mengamalkan Hizib Jausyan al-Kabir dapat membantu menenangkan hati dan pikiran.

    Selain manfaat penyembuhan dan ketenangan batin, hizib ini juga sebagai perlindungan dari berbagai bahaya, baik yang bersifat duniawi maupun akhirat.

    Syirah Hirzul Jausyan menjelaskan bahwa wirid ini dapat menjadi tameng yang kuat terhadap berbagai ancaman dan musibah, baik fisik maupun spiritual. Dengan kata lain, wirid ini dapat melindungi pengamalnya dari gangguan jin, sihir, dan bahaya lainnya, serta menjaga keselamatan mereka di dunia dan akhirat.

    Manfaat lain yang sering disebut dalam pengamalan wirid ini adalah sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mengucapkan wirid ini dengan khusyuk dan ikhlas dianggap sebagai bentuk ibadah yang sangat dicintai oleh Allah.

    Dengan begitu, Hizib Jausyan al-Kabir tidak hanya memberikan manfaat praktis, tetapi juga spiritual yang mendalam. Kegunaan ini membuat wirid ini sangat dihargai dan dihormati oleh para pengikutnya serta pengamalnya. []