Kategori: Kabar

  • Spektakuler! Takbir Keliling Semarang 2025 Dihiasi Kembang Api Meriah

    Spektakuler! Takbir Keliling Semarang 2025 Dihiasi Kembang Api Meriah

    Langit Semarang berpesta! Kilauan kembang api dan lantunan takbir bersatu dalam malam kemenangan yang tak terlupakan.

    NAIRALOKA.OR.ID – Malam itu langit Kota Semarang dihiasi gemerlap kembang api dan diiringi lantunan takbir yang menggema di setiap sudut kota. Masjid “Iktikaf” Ar-Rosyid kembali menggelar Takbir Keliling pada Minggu (30/03/2025) dalam rangka menyambut Hari Raya Idulfitri 1446 H.

    Ratusan jamaah dari berbagai kalangan berkumpul, membawa hiasan dan lampu warna-warni, menambah kehangatan dalam suasana yang penuh suka cita.

    Ketua Takmir Masjid “Iktikaf” Ar-Rosyid, Lukni Maulana, dalam sambutannya menyampaikan harapan agar kegiatan ini menjadi momentum mempererat kebersamaan dan meningkatkan ketakwaan.

    “Semoga kita semua mendapatkan rida Allah SWT dan dipertemukan kembali dengan Ramadan tahun depan dalam keadaan yang lebih baik,” ujar Lukni Maulana.

    Ia juga mengimbau kepada para peserta untuk tetap menjaga ketertiban selama prosesi berlangsung.
    “Mari kita rayakan malam kemenangan ini dengan penuh ketenangan dan kekhusyukan. Semoga kita kembali dalam kesucian di hari yang fitri ini,” tambahnya.

    Rombongan takbir keliling diberangkatkan dari halaman Masjid “Iktikaf” Ar-Rosyid, menyusuri perkampungan di Jl. H. Abdul Rosyid, Banjardowo, dan berlanjut hingga ke Perumahan Banjardowo Baru Patung Kuda.

    Sepanjang perjalanan, masyarakat setempat turut menyambut dengan antusias, beberapa bahkan mendokumentasikan momenen istimewa ni. Anak-anak dengan wajah ceria ikut serta, menikmati perjalanan dengan jalan kaki dan Sebagian kecil warga menikuti dibelakang dengan naik kendaraan menambah semarak malam yang suci ini.

    Setelah rangkaian perjalanan takbir keliling berakhir, acara dilanjutkan dengan pertunjukan kembang api yang berlangsung selama lebih dari 30 menit.

    Kilatan warna-warni yang menerangi langit menambah kemeriahan suasana, sementara suara mercon bersahutan dengan gema takbir yang terus berkumandang.

    Bagi banyak jamaah, ini bukan sekadar tradisi tahunan, tetapi juga momen untuk merayakan kemenangan setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa. Suasana kebersamaan yang terjalin di malam takbiran ini semakin meneguhkan makna Idulfitri sebagai hari kemenangan bagi umat Islam.

    Takbir keliling Masjid “Iktikaf” Ar-Rosyid tahun ini menjadi bukti bahwa kebersamaan dan semangat gotong royong masih kuat dalam masyarakat.

    Dengan harapan yang sama, mereka menanti Ramadan berikutnya, untuk kembali merajut ukhuwah dalam balutan ibadah yang penuh keberkahan. []

    Video Selengkapnya:

  • Tadarus Puisi, Beno Siang Pamungkas Ajak Temukan Jawaban dalam Congyang

    Tadarus Puisi, Beno Siang Pamungkas Ajak Temukan Jawaban dalam Congyang

    Saat bait-bait puisi menggema dan irama musik mengalun, Tadarus Puisi Bersama Beno Siang Pamungkas dan Saote Boemi menjadi lebih dari sekadar pertunjukan ia adalah refleksi spiritual dan budaya.

    NARALOKA.OR.ID – Malam itu, langit di atas Ndalem Wongsorogo berpendar lembut, dihiasi bintang-bintang yang seperti ikut menyimak syair dan musik yang mengalun. Di halaman Pondok Pesantren Budaya Ndalem Wongsorogo, Srogo, Brangsong, Kendal, sebuah perhelatan sastra tengah berlangsung: Tadarus Puisi: Beno Siang Pamungkas dan Satoe Boemi.

    Suasana terasa sakral. Malam Ramadhan yang sunyi berubah menjadi ruang penuh renungan dan kontemplasi.

    Beno Siang Pamungkas, penyair asal Semarang yang sudah dikenal dengan gaya lantangnya, hadir sebagai pengisi utama.

    Penulis buku kumpulan puisi Sajak Sampah Gerinda Baja (1994) dan Ensiklopedia Kesedihan (2008) ini tidak sendiri.

    Kelompok musik Satoe Boemi turut mengiringi dengan alunan nada yang menambah magis suasana. Mereka tidak hanya membacakan puisi, tetapi juga menghidupkannya, menjadikannya suara yang bisa dirasakan hingga ke relung hati.

    Beno membawakan tiga puisinya: Fu Fu Fa Fa, Congyang, dan Negeri Abrakadabra. Namun, satu yang paling mencuri perhatian malam itu adalah Congyang.

    Sebuah puisi yang menggugah, penuh kritik sosial, dan dibawakan dengan interaksi yang begitu dekat dengan penonton.

    Saat Beno membacakan puisinya, hadirin serempak menjawab dengan lantang: “Congyang”, menciptakan gema yang seakan menembus ruang dan waktu.

    Kalau pejabat berpesta pora, dan rakyatnya menderita, temukan jawaban dalam Congyang.
    Kalau lembaga-lembaga agama semua sudah diakomodir dan mendapatkan konsesi, temukan dalam Congyang.
    Kalau politisi sudah punya hobi untuk mengibuli, cari jawaban dalam Congyang.

    (Beno Siang Pamungkas)

    Bait-bait itu menusuk, mengundang tawa getir, sekaligus menghadirkan refleksi mendalam. Congyang sendiri, minuman khas Semarang yang lahir dari akulturasi budaya Jawa dan Tionghoa sejak 1923, menjadi metafora yang kaya makna. Dalam kadar yang tepat, ia bisa menjadi penghangat, tetapi dalam berlebih, ia bisa memabukan.

    Beno mengaku menikmati suasana malam itu.

    “Tadarus Puisi di bulan suci ini mengingatkan kita bahwa kata-kata adalah doa. Semoga kita semua mendapat Lailatul Qadar,” ujarnya penulis Gobang Semarang dan Menyelam Dalam kumpulan puisi bersama Timur Sinar Suprabana.

    Bukan hanya Beno yang membuat malam itu begitu berkesan. Wakil Bupati Kendal, Benny Karnadi, turut hadir dan bahkan tampil membawakan lagu Redemption Song dari Bob Marley.

    “Lagu ini tentang kebebasan, tentang perjuangan. Saya suka karena pesan yang dibawanya masih sangat relevan,” katanya.

    Kehadirannya menambah dimensi tersendiri dalam acara ini bahwa seni, politik, dan spiritualitas bisa bertemu dalam satu ruang yang sama.

    tadarus puisi benny karnadi

    Tak kalah memikat, Adira Hesti Ksvara, cucu Kusbini (pencipta lagu legendaris Bagimu Negeri), turut serta dengan alunan biolanya yang melankolis.

    Ketika ia memainkan lagu Bagimu Negeri, suasana mendadak hening. Semua hadirin seolah larut dalam gelombang kenangan dan nasionalisme yang terbangkitkan dari gesekan senarnya.

    Di balik kemeriahan ini, ada sosok Paox Ibenk, pemimpin Pondok Pesantren Budaya Ndalem Wongsorogo, yang menjadi penggerak utama.

    Ia menjelaskan bahwa Tadarus Puisi adalah bagian dari program rutin selapanan bernama Getuk Lindri (Gerakan Kesenian untuk Santri Sekitar).

    “Karena ini bulan Ramadhan, kami ingin membawa nuansa spiritual ke dalam seni,” katanya.

    Selain Beno dan Satoe Boemi, panggung Tadarus Puisi juga diramaikan oleh grup musik Lesbumi Kendal, grup rebana IPNU-IPPNU, tarian santri Pondok Pesantren Budaya Ndalem Wongsorogo, serta penampilan dari Kyai Budi Harjono, Gus Par Wong, dan Lukni Maulana. []

  • Sujiwo Tejo Ungkap Problem Bangsa di Suluk Senen Pahingan, Kemandirian hingga Spiritualitas

    Sujiwo Tejo Ungkap Problem Bangsa di Suluk Senen Pahingan, Kemandirian hingga Spiritualitas

    Sujiwo Tejo dalam Suluk Senen Pahingan ke-35 menyoroti problem moral kebangsaan, kemandirian, dan hakikat manusia dalam refleksi seni, politik, dan spiritualitas.

    NAIRALOKA.CO.ID – Suluk Senen Pahingan edisi ke-35 yang digelar di Joglo Pondok Pesantren Al-Itqon, Bugen, Semarang, pada Minggu (23/02) malam menjadi ajang refleksi kebangsaan yang mengupas seni, politik, dan moral kebangsaan.

    Forum yang dihadiri oleh ratusan peserta ini menghadirkan dua tokoh penting, yakni Sujiwo Tejo, budayawan nyentrik dengan gaya teatrikalnya, dan Supari Priambodo, Rektor Universitas Semarang (USM).

    Diskusi dipandu oleh Koordinator Santri Bajingan, Lukni Maulana, yang membawa audiens menyelami isu-isu kebangsaan dengan perspektif mendalam.

    Lukni Maulana menyoroti runtuhnya moral kebangsaan yang berdampak pada berbagai sektor, mulai dari seni, budaya, pendidikan, hingga ekonomi dan politik.

    “Fenomena ini terlihat dalam berbagai kasus korupsi, suap, penurunan indeks demokrasi Indonesia, serta pemangkasan anggaran yang mengarah pada sentralisasi,” ujar pegiat Nairaloka ini.

    Ia mengibaratkan sosok Punakawan dalam budaya Jawa sebagai simbol kebijaksanaan dalam memahami kehidupan. Tiga ciri utama Punakawan yang disebutnya adalah: Bermata juling, melambangkan pandangan yang luas dan tidak terbatas pada satu sudut saja.

    Bibir sumbing, mengajarkan kehati-hatian dalam berbicara agar tidak menyakiti orang lain. Kaki pincang, simbol kewaspadaan dalam melangkah agar tidak terjerumus ke dalam keburukan.

    Supari Priambodo menyoroti pergeseran makna kebenaran di era digital yang kini lebih ditentukan oleh persepsi individu daripada fakta dan data.

    “Kebenaran seakan hanya ada di kepala masing-masing orang. Siapa yang paling keras suaranya, dialah yang dianggap benar,” ujarnya.

    Ia juga menyinggung rendahnya tingkat literasi di kalangan mahasiswa, di mana hanya 30 persen yang benar-benar serius menjalani studi.

    Hal ini menjadi tantangan besar bagi dunia pendidikan dalam membentuk generasi yang berpikir kritis di tengah derasnya informasi bias.

    Selain itu, Supari mengkritik ketergantungan masyarakat terhadap produk asing.

    “Kita bangga menggunakan teknologi canggih, tapi semua buatan luar negeri. Ini harus diubah, kita harus mulai menghargai karya anak bangsa sendiri,” tegasnya.

    Sujiwo Tejo menyoroti ketidakmampuan bangsa ini untuk memahami dirinya sendiri.

    “Kita selalu bertanya kepada pemimpin kita, ‘Kita ini siapa dan mau ke mana?’, tapi jawaban yang kita terima sering kali hanya sebatas janji kosong dan program populis,” ujarnya.

    Ia juga mengajak audiens untuk memahami agama tidak hanya dari ayat-ayat tertulis (qauliyah), tetapi juga melalui tanda-tanda alam (kauniyah).

    “Kita sering membesar-besarkan ibadah ritual, tapi lupa esensinya. Salat adalah latihan untuk menjadi manusia yang baik. Kalau benar-benar memahami maknanya, kita akan lebih peduli terhadap orang lain,” tuturnya.

    Dalam suasana santai, Sujiwo Tejo menyampaikan kritiknya dengan gaya teatrikal dan humor.

    Ia menyinggung kasus intimidasi terhadap grup punk Sukatani yang mengkritik institusi kepolisian, mengundang tawa sekaligus perenungan bagi hadirin tentang kebebasan berekspresi di Indonesia.

    KH. Ubaidillah Shodaqoh, atau yang akrab disapa Mbah Ubaid, menegaskan pentingnya pencapaian spiritual dalam kehidupan.

    “Setiap manusia memiliki potensi untuk naik ke alam spiritual yang lebih tinggi. Eksistensi kita adalah karena cinta Allah kepada makhluk-Nya,” katanya.

    Ia menambahkan bahwa pemahaman Al-Quran harus melibatkan tafsir terhadap alam semesta.

    “Semua yang ada di dunia adalah manifestasi dari kehendak-Nya. Maka, memahami dunia adalah bagian dari membaca ayat-ayat Tuhan,” jelasnya.

    Sebelumnya, Teguh Haryono, Sekjen Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Pusat sekaligus pendiri Daulat Budaya Nusantara (DBN), berbicara tentang pentingnya mempertahankan nilai-nilai budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    “Budaya harus menjadi kompas dalam politik dan ekonomi. Jika ingin berpolitik, berpolitiklah dengan cara Indonesia,” pesannya.

    DBN telah menginisiasi gerakan Ruwatan Nusantara dan Kenduri Budaya untuk melestarikan kearifan lokal.

    “Kami ingin menciptakan 99 Kenduri Budaya di berbagai daerah di Indonesia agar masyarakat kembali menyadari betapa kayanya warisan budaya kita,” imbuhnya.

    Suluk Senen Pahingan bukan sekadar forum diskusi, tetapi ruang refleksi di mana seni, spiritualitas, dan intelektualitas bertemu dalam harmoni.

    Di tengah arus informasi dan tantangan zaman, forum ini menjadi tempat bagi mereka yang ingin menemukan makna lebih dalam tentang kehidupan. []

  • Taman Baca Nairaloka Resmi Terdaftar dengan Nomor Pokok Perpustakaan (NPP)

    Taman Baca Nairaloka Resmi Terdaftar dengan Nomor Pokok Perpustakaan (NPP)

    Taman Baca Nairaloka bertransformasi digital dengan NPP Resmi Perpusnas RI untuk tingkatkan literasi

    NAIRALOKA.OR.ID – Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) telah resmi menerbitkan Nomor Pokok Perpustakaan (NPP) untuk Taman Baca Nairaloka yang berlokasi di Banjardowo RT 2 RW 6, Genuk, Kota Semarang, Jawa Tengah.

    NPP tersebut tercatat dengan nomor 3374054J0000001, memberikan status legal dan pengakuan resmi bagi perpustakaan yang terus berkembang ini.

    Ninik Ambarwati, pengasuh Taman Baca Nairaloka, menyampaikan bahwa keberadaan NPP membawa manfaat besar bagi perpustakaan tersebut.

    “Dengan adanya NPP ini, perpustakaan kami kini lebih mudah diidentifikasi keberadaannya, sehingga dapat diakses secara lebih luas oleh masyarakat umum,” ujar Ninik, Sabtu (4/01/2025).

    NPP Nairaloka: Fokus pada Perpustakaan Digital

    Taman Baca Nairaloka memiliki pendekatan unik sebagai perpustakaan berbasis digital.

    Menurut Ninik, perpustakaan ini tidak hanya menyediakan koleksi fisik berupa buku, tetapi juga menawarkan berbagai jenis konten digital yang bisa diakses dengan mudah melalui perangkat smartphone.

    “Perpustakaan kami berfokus pada layanan digital. Dengan hanya menggunakan smartphone, masyarakat dapat mengakses koleksi buku kami,” terangnya.

    Selain koleksi digital, Taman Baca Nairaloka juga menghadirkan konten berbasis audio dan video, memberikan pengalaman membaca yang lebih interaktif dan modern.

    “Kami ingin memastikan bahwa akses terhadap pengetahuan tidak lagi terbatas pada format tradisional. Dengan digitalisasi, semua orang bisa belajar dengan cara yang lebih fleksibel dan sesuai kebutuhan mereka,” tambah Ninik.

    Dengan NPP yang telah diterbitkan, Ninik berharap Taman Baca Nairaloka dapat menjadi wadah pembelajaran yang lebih inklusif bagi masyarakat Kota Semarang, khususnya di wilayah keluarahan Banjardowo, kecamatan Genuk.

    “Kami berkomitmen untuk meningkatkan aksesibilitas perpustakaan, sehingga siapa pun dapat belajar kapan saja dan di mana saja,” tegasnya.

    Langkah digitalisasi ini sejalan dengan upaya meningkatkan literasi masyarakat di era digital. Buku digital, audio, dan video yang tersedia di Taman Baca Nairaloka memberikan pilihan beragam bagi pengguna dengan preferensi belajar yang berbeda-beda.

    Ninik juga menyampaikan harapan agar keberadaan NPP ini dapat memotivasi taman baca lainnya untuk terus berinovasi dalam memberikan layanan terbaik kepada masyarakat.

    “Kami ingin Taman Baca Nairaloka menjadi inspirasi, terutama dalam mengadopsi teknologi digital untuk memperluas jangkauan dan dampak literasi,” tutupnya.

    Dengan diterbitkannya NPP oleh Perpusnas RI, Taman Baca Nairaloka semakin memantapkan posisinya sebagai perpustakaan digital inovatif yang mendukung kemajuan literasi masyarakat Indonesia.

    Keberadaan perpustakaan ini diharapkan menjadi salah satu solusi dalam menjawab tantangan literasi di era digital, khususnya di wilayah Semarang dan sekitarnya. []

  • TPQ Ar-Rosyid Tetap Gelar Pembelajaran Al-Qur’an di Tengah Libur Sekolah

    TPQ Ar-Rosyid Tetap Gelar Pembelajaran Al-Qur’an di Tengah Libur Sekolah

    TPQ Ar-Rosyid Banjardowo terus melaksanakan pembelajaran Al-Qur’an meski libur sekolah, menjadi tempat anak-anak mengisi waktu dengan belajar, bersosialisasi, dan mempererat nilai-nilai keislaman.

    NAIRALOKA – Meski masa libur sekolah sedang berlangsung, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) Ar-Rosyid di Banjardowo, Kecamatan Genuk, Kota Semarang tetap menjalankan aktivitas pembelajaran seperti biasa.

    Suasana di ruangan pembelajaran terlihat semarak dengan anak-anak dari berbagai usia yang antusias mengikuti kegiatan belajar.

    Anak-anak usia dini tampak diantar oleh orang tua mereka untuk belajar membaca Al-Qur’an. Tidak hanya belajar membaca, mereka juga diajarkan cara memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam kitab suci tersebut.

    Pengasuh TPQ Ar-Rosyid, Ninik Ambarwati, menjelaskan bahwa pembelajaran Al-Qur’an tetap dilaksanakan selama liburan sekolah untuk memberikan aktivitas yang positif bagi anak-anak.

    “Terlebih saat ini libur sekolah, biasanya anak-anak menghabiskan waktu untuk bermain. Kami ingin memberikan alternatif kegiatan yang bermanfaat, salah satunya dengan pembelajaran Al-Qur’an,” ujar Ninik saat ditemui, Selasa (24/12/2024).

    Ninik menambahkan bahwa di era digital seperti sekarang, anak-anak cenderung lebih banyak menghabiskan waktu bermain dengan gawai mereka.

    Jika tidak diawasi, penggunaan handphone secara berlebihan dapat berdampak negatif, seperti menurunnya kemampuan bersosialisasi.

    “Ketika masa anak-anak hanya fokus pada perangkat elektronik, ada kekhawatiran mereka menjadi lebih tertutup dan sulit berinteraksi dengan orang lain,” jelasnya.

    Menurut Ninik, pembelajaran Al-Qur’an yang konsisten dapat menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

    Kegiatan di TPQ tidak hanya mengajarkan membaca Al-Qur’an, tetapi juga mendorong interaksi sosial yang positif antar anak-anak.

    “Oleh karena itu, pembelajaran Al-Qur’an harus tetap berjalan. Dengan bertemu teman-teman di TPQ, anak-anak dapat berkomunikasi, berinteraksi, dan mempererat hubungan persahabatan mereka,” tambahnya.

    Selain itu, Ninik juga menekankan pentingnya keterlibatan orang tua dalam mengarahkan anak-anak mereka untuk mengikuti kegiatan yang bermanfaat selama libur sekolah.

    “Kami sangat mengapresiasi para orang tua yang tetap mendukung anak-anaknya belajar di TPQ meski sedang liburan. Hal ini menunjukkan komitmen mereka terhadap pendidikan agama sejak dini,” ungkapnya.

    pembelajara quran

    Salah satu orang tua murid, Ibu Andik, mengaku senang dengan program yang diadakan TPQ Ar-Rosyid selama libur sekolah.

    Menurutnya, kegiatan ini sangat membantu anak-anak untuk mengisi waktu dengan hal yang positif.

    “Daripada anak saya bermain gawai sepanjang hari, saya lebih suka mengantar dia ke TPQ. Di sini dia bisa belajar Al-Qur’an sekaligus bersosialisasi dengan teman-temannya,” kata Bu Andik

    Dengan tetap berjalannya kegiatan di TPQ Ar-Rosyid selama libur sekolah, diharapkan anak-anak dapat memanfaatkan waktu mereka secara maksimal untuk belajar dan membangun karakter yang lebih baik.

    “Upaya ini sekaligus menjadi langkah konkret dalam menanamkan nilai-nilai agama dan meningkatkan kecakapan sosial anak-anak sejak usia dini,” pungkas Nairaloka ini. []

  • Teater Beta Pentaskan “Pulangkan Emak”: Panggung Realitas Keluarga di Tengah Tekanan Ekonomi

    Teater Beta Pentaskan “Pulangkan Emak”: Panggung Realitas Keluarga di Tengah Tekanan Ekonomi

    Pulangkan Emak bukan hanya sebuah pertunjukan teater, tetapi juga cermin pahit realitas keluarga yang terjebak dalam ketidakadilan ekonomi

    NAIRALOKA – Teater Beta Semarang berhasil menghipnotis ratusan penonton di Auditorium Kampus 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Selasa (17/12/2024) malam, lewat pementasan naskah “Pulangkan Emak”.

    Mengadaptasi karya fenomenal “Tuhan, Tolong Bunuh Emak” karya Yessy Natalia, pertunjukan ini menyuguhkan potret pedih keluarga kecil yang bergulat dengan himpitan ekonomi.

    Drama ini berfokus pada kisah Bekti, seorang kepala keluarga yang diperankan Lukman, mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo.

    Bekti hidup di antara tiga dilema besar: merawat ibunya yang sakit kanker, membiayai pendidikan kedokteran anaknya, dan melunasi utang yang terus menjerat kepada rentenir.

    Ketegangan dalam drama ini memuncak ketika rentenir menawarkan solusi keji: menikahkan anak Bekti, Wiyarti, dengan si bos demi meringankan beban utang.

    Konflik ini membawa emosi yang mendalam, menggambarkan realitas banyak keluarga di Indonesia yang terjebak dalam sistem ekonomi yang timpang.

    Sutradara Alifian memilih pendekatan realis dengan penataan panggung yang sederhana namun penuh makna.

    Elemen-elemen seperti meja makan, kursi, dan kamar tidur menciptakan suasana rumah yang menggambarkan kehidupan keluarga kecil penuh tekanan.

    “Pementasan ini adalah kritik terhadap ketidakadilan sistem ekonomi yang sering menjebak keluarga kecil dalam lingkaran kemiskinan,” ujar Alifian seusai pertunjukan.

    Menurutnya, karakter Bekti adalah cerminan nyata dari banyak kepala keluarga yang berjuang di tengah ketidaksetaraan ekonomi.

    Adegan-adegan emosional berhasil mengaduk perasaan penonton. Tangisan, kemarahan, dan putus asa tergambar nyata di panggung, mengundang simpati yang mendalam.

    Pegiat teater, Hammam Abduh mengaku tersentuh dengan alur cerita naskah Pulangkan Emak.

    “Ini bukan hanya cerita keluarga biasa, tetapi cerminan nyata dari banyak keluarga yang hidup di bawah tekanan ekonomi. Terlebih era saat ini jeratan ekonomi bukan sekadar sama rentenir, bisa saja melalui paylater atau pinjol” ungkapnya.

    Meski demikian, Hammam memberikan masukan terkait tata panggung, apalagi jika memainkan naskah realis.

    “Begitu juga pemain untuk terus belajar olah vokal maupun main teater, karena berbeda main teater dengan film,” imbuhnya.

    teater beta lukni maulana
    Sesepuh Teater Beta, Lukni Maulana memberikan sambutan sebelum pementasan “Pulangkan Emak.”

    Perayaan 39 Tahun Teater Beta

    Sebelum pementasan dimulai, Lukni Maulana, sesepuh Teater Beta, memberikan sambutan dengan menyampaikan terminologi sufistik “Man arafa nafsahu” (barang siapa mengenal dirinya).

    “Ungkapan ini menjadi landasan mendalam bagi pekerja teater untuk memahami hakikat dirinya. Namun, perjalanan mereka tidak berhenti di sana. Mereka harus melampaui batas personalitasnya untuk memerankan karakter orang lain,” jelas Lukni.

    Ia juga menambahkan bahwa proses mendalami karakter dapat disejajarkan dengan maqam ma’rifat dalam tasawuf, yakni tingkatan spiritual di mana seseorang mengenal hakikat yang lebih tinggi di balik keberadaan.

    Menurut Lukni, proses eksplorasi batin dan pendalaman karakter bagi pekerja teater setara dengan tarekat dalam terminologi tasawuf.

    “Begitu pula dalam pendekatan akademis, kuliah dan mendengarkan materi dari dosen adalah bagian dari syariat. Sedangkan bermain teater, dengan segala proses eksplorasi batin, latihan intensif, dan pendalaman karakter, adalah tarekatnya,” jelas Ketua Lesbumi PWNU Jateng periode 2018-2023 ini.

    Pementasan “Pulangkan Emak” ini juga menjadi persembahan istimewa untuk memperingati 39 tahun berdirinya Teater Beta, yang didirikan pada 8 Desember 1985.

    Lurah Kelompok Pekerja Teater (KPT) Beta, Sa’bani Khaoirul Ihsani, berharap dapat terus menjadi media kritik sosial yang relevan.

    “Dengan semangat mengolah rasa dan menebar kreasi, kami ingin teater menjadi pembelajaran dan refleksi hidup bagi masyarakat,” ujar Sa’bani.

    Sejak didirikan, Kelonpk Pekerja Teater (KPT) Beta telah mementaskan 86 pertunjukan. Dengan semakin bergeliatnya kelompok teater ini di tengah modernisasi, mereka berharap seni ini terus hidup dan memberikan ruang refleksi bagi masyarakat terhadap persoalan sosial yang nyata.

    Pementasan “Pulangkan Emak” membuktikan bahwa teater bukan sekadar hiburan, melainkan medium yang efektif untuk menyuarakan keadilan sosial.

    Drama ini menggambarkan realitas pahit yang dihadapi banyak keluarga di Indonesia, sambil menawarkan refleksi mendalam bagi para penonton.

    Melalui panggung, Teater Beta berhasil membawa pesan penting: keluarga adalah fondasi bangsa, dan kesenjangan ekonomi harus menjadi perhatian semua pihak. Di tengah modernisasi, seni teater seperti ini layak terus dijaga sebagai media refleksi kehidupan.

    Dengan kehadiran pertunjukan ini, menunjukkan bahwa seni peran memiliki kekuatan untuk menginspirasi, mengkritik, dan memotivasi masyarakat untuk menciptakan perubahan. []

  • Diseminasi Informasi Diskominfo Kendal, Lukni: Content is King, Platform is Everything

    Diseminasi Informasi Diskominfo Kendal, Lukni: Content is King, Platform is Everything

    Melalui diseminasi informasi bertema “Membangun Masyarakat Desa yang Informatif,” Diskominfo Kendal mendorong warga desa untuk menggunakan media sosial sebagai jembatan memperkenalkan potensi lokal ke dunia luar

    NAIRALOKA – Pagi itu, Balai Desa Bumiayu di Kecamatan Weleri ramai oleh wajah-wajah penuh semangat. Puluhan warga dari berbagai lapisan usia berkumpul, antusias menyambut kegiatan diseminasi informasi bertema “Membangun Masyarakat Desa yang Informatif.”

    Acara yang diprakarsai Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Kendal ini hadir membawa misi besar: meningkatkan literasi digital masyarakat desa agar lebih siap menghadapi era digital, Senin (2/12/2024)

    “Bijaklah dalam menggunakan media sosial. Saring sebelum sharing,” ucap Eko Istanto, S.Sos., Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Diskominfo Kendal.

    Pesan ini menjadi pembuka acara, mengingatkan warga bahwa media sosial adalah pedang bermata dua.

    Di satu sisi, ia dapat menghubungkan dan mempermudah komunikasi, namun di sisi lain, ia juga berisiko menjadi medium penyebaran hoaks jika tidak digunakan dengan hati-hati.

    Lebih dari sekadar mengingatkan bahaya digital, kegiatan ini menggali potensi besar teknologi untuk pemberdayaan desa.

    “Media sosial bukan hanya alat komunikasi, tetapi jembatan yang dapat membuka peluang besar bagi desa,” ujar Lukni Maulana, Pimpinan Umum Zonasi ID, yang menjadi narasumber utama. \

    Ia memaparkan bagaimana platform digital, mulai dari Facebook hingga marketplace online, dapat menjadi kendaraan untuk memasarkan potensi lokal, seperti hasil pertanian, kerajinan, hingga pariwisata.

    Diskusi semakin menarik saat Lukni menjelaskan konsep Content is King, Platform is Everything.”

    Menurutnya, konten yang relevan dan menarik, seperti foto produk lokal atau video wisata budaya, adalah kunci utama untuk menarik perhatian audiens.

    Namun, tanpa platform yang tepat, konten tersebut tidak akan menjangkau audiens yang diinginkan.

    “Platform digital adalah kendaraan yang menyampaikan cerita desa ke dunia luar,” tambahnya pegiat Nairaloka ini.

    Bagi peserta, acara ini membuka perspektif baru. “Saya tidak pernah berpikir bahwa produk anyaman saya bisa dipasarkan lebih luas melalui media sosial, ungkap Hadi Suyoko, salah satu peserta, dengan senyum sumringah.

    Edukasi ini tidak hanya membantu mereka memahami cara menghindari hoaks, tetapi juga memberikan pemahaman praktis tentang bagaimana teknologi dapat meningkatkan kreativitas dan daya saing masyarakat desa.

    Diskominfo Kendal berencana menjadikan literasi digital sebagai agenda rutin. Desa-desa lain akan menjadi target pembinaan berikutnya, dengan harapan dapat menciptakan masyarakat yang lebih informatif dan mandiri.

    Acara ini menjadi bukti nyata bahwa teknologi bukan lagi sesuatu yang hanya bisa diakses di kota besar. Dengan bimbingan yang tepat, desa pun bisa menjadi pemain utama dalam era digital.

    Di Balai Desa Bumiayu, benih perubahan itu mulai tumbuh. Teknologi kini bukan lagi ancaman, melainkan peluang besar untuk menjadikan desa lebih mandiri, kreatif, dan sejahtera. Dari desa kecil ini, harapan besar untuk Kendal yang lebih maju perlahan mulai terwujud. []